Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi Hentikan Penambangan Batu di Garut, Caranya Tidak Biasa...

Kompas.com - 01/08/2022, 14:36 WIB
Farid Assifa

Penulis

KOMPAS.com – Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi menghentikan seorang penambang batu di pinggir Jalan Pangalengan-Garut Selatan, tepatnya di Desa Sukarame, Kecamatan Caringin, Kabupaten Garut, Sabtu (30/7/2022).

Aksinya itu direkam video dan diunggah dalam akun YouTube miliknya, Kang Dedi Mulyadi.

Dalam video itu, Dedi tampak meminta penambang di lahan pribadi itu untuk menghentikan aktivitasnya karena berpotensi menyebabkan bencana alam.

Namun penambang yang diketahui bernama Furqon itu menolak karena penambangan tersebut merupakan mata pencahariannya. Sekali mengirim tambang batu, Furqon memperoleh pendapatan Rp 250.000.

Baca juga: BNPB: Penyempitan Badan Sungai Sebabkan Banjir di Garut

Dedi pun kembali membujuk Furqon untuk menghentikan aktivitas tambang.

"Ini potensi longsor nggak? Sok pikirkan jangan pakai nafsu (karena uang) tapi pakai hati,” ucap Dedi kepada Furqon.

Setelah lama berpikir, Furqon dengan wajah tertunduk mengakui bahwa apa yang dilakukannya itu bisa menyebabkan bencana.

“Ya mungkin juga, karena namanya alam kan nggak tahu,” kata Furqon.

Menurut Dedi, saat musim kemarau dampak penambangan mungkin belum terasa. Namun jika sudah masuk musim hujan maka potensi longsor sangat besar. Terlebih lokasi tambang yang berada di pinggir jalan sangat membahayakan.

“Kalau ini longsor ada mobil lewat orang tertimpa mati bisa diganti uang nggak? Batu ini punya fungsi menahan sama seperti tulang di tubuh manusia. Kalau tubuh tidak ada tulang bagaimana?” tanya Dedi kembali.

Dedi mengakui kecewa dengan pemerintah mulai dari tingkat desa hingga kabupaten yang terkesan membiarkan penambangan dan penebangan.

Padahal jalur Pangalengan-Garut sejak lama dikenal sebagai daerah rawan longsor.

“Sok sekarang Akang jujur ini ada potensi longsor nggak? Akang sekarang ada niat nggak untuk menghentikan tambang yang berpotensi merugikan banyak orang? Kalau longsor semuanya rugi, kalau ada kendaraan lewat orang bisa meninggal nanti hidupnya susah,” tanya Dedi pada Furqon.

Lobi Dedi berhasil

Penjelasan Dedi soal potensi longsor akibat penambangan batu awalnya tidak terlalu dipedulikan Furwon.

Furqon tetap menolak menghentikan kegiatan tersebut karena ia membutuhkan uang tambahan untuk membayar utang ke bank keliling.

Sementara penghasilan Furqon dari berdagang hanya mampu untuk membeli kebutuhan pokok sehari-hari.

Dengan persuasif, Dedi kembali menjelaskan bahwa apa yang dilakukan Furqon sangat membahayakan. Bahkan jika sampai terjadi longsor dan mengakibatkan korban maka Furqon bisa dipidanakan.

Akhirnya, Furqon pun menyerah dan berjanji akan berhenti menambang batu.

“Iya, Pak. Saya mau berhenti,” jawab Furqon yang diiringi salam dengan Dedi pertanda sumpah untuk menghentikan kegiatan penambangan.

Mendengar janji tersebut Dedi kemudian memberikan sejumlah uang sebagai pengganti penghentian kegiatan tambang.

Ia pun memberikan uang tambahan untuk merapikan bekas tambang dan menggantinya dengan menanam pohon.

Dedi berharap Pemda Garut bisa tergerak hatinya untuk menghentikan penambangan dan penebangan hutan karena sangat rawan.

"Harus segera ada tindakan jangan ada pembiaran, jangan nunggu bencana yang lebih besar. Mencegah itu lebih utama daripada kita harus nunggu bencana. Kalau tidak ada izinnya saya minta pemda dan jajaran Polres Garut untuk menutup penambangan liar,” kata Dedi Mulyadi.

Daerah rawan longsor

Sebelum bertemu Furwon, di sepanjang jalan menuju Garut Selatan, Dedi Mulyadi melihat banyak kawasan yang berpotensi longsor akibat banyak pohon yang ditebang dan penambangan pasir juga batu.

“Semestinya daerah ini tidak boleh lagi ada pohon yang ditebang. Andai kata ini kayu milih warga maka pemerintah bisa mengganti kayu itu dengan uang, karena (recovery) bencana lebih mahal daripada mengganti pohon itu,” ujar Dedi yang dikofirmasi ulang Kompas.com via sambungan WhatsApp, Senin (1/8/2022).

Dedi mengatakan, pihaknya memahami betul kebutuhan ekonomi warga yang melakukan penebangan.

Kebanyakan pohon ditebang adalah yang sebelumnya ditanam oleh warga. Sehingga warga merasa berhak menambang pohon tersebut tanpa berpikir panjang dampaknya.

Ia pun meminta pihak terkait mulai dari pemerintah daerah hingga kementerian untuk melakukan pencegahan bencana akibat penebangan dan penambangan. Salah satunya adalah dengan membeli pohon warga agar tidak ditebang.

“Warga butuh duit karena merasa mereka yang menanam pohon, ganti duitnya yang tidak seberapa dengan dampak bencana. Kalau longsor bisa habis ratusan juta, miliaran lagi,” ucapnya.

Di titik lain Dedi melihat dua unit alat berat yang diduga digunakan untuk menambang batu. Namun di lokasi sedang tidak orang dan penambangan terhenti.

Baca juga: Pembabatan Hutan di Hulu Sungai Disebut sebagai Penyebab Garut Diterjang Banjir

Penambangan tersebut berada tepat di sisi jalan raya yang sangat membahayakan pengendara jika terjadi longsor. Tak hanya itu bekas tambang juga menutupi aliran air yang berpotensi meluap jika terjadi hujan deras.

“Pasti ini tidak berizin, mohon segera untuk ditertibkan karena daeran rawan,” kata pria yang identik dengan iket putih itu.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Erik 20 Tahun Jadi Relawan Tagana demi Kemanusiaan

Cerita Erik 20 Tahun Jadi Relawan Tagana demi Kemanusiaan

Regional
50 Caleg Terpilih di Kabupaten Semarang Ditetapkan, Ini Rinciannya

50 Caleg Terpilih di Kabupaten Semarang Ditetapkan, Ini Rinciannya

Regional
Wakil Bupati Sumbawa Daftar Penjaringan Cabub di Partai Nasdem

Wakil Bupati Sumbawa Daftar Penjaringan Cabub di Partai Nasdem

Regional
Respons NasDem soal Kantornya di Labuhanbatu Disita KPK

Respons NasDem soal Kantornya di Labuhanbatu Disita KPK

Regional
Kasus Suami di Ciamis Bunuh dan Mutilasi Istri, Potongan Tubuh Dikumpulkan di Pos Ronda

Kasus Suami di Ciamis Bunuh dan Mutilasi Istri, Potongan Tubuh Dikumpulkan di Pos Ronda

Regional
Anies Minta Grup Jangan Bubar, Perjuangan Belum Selesai

Anies Minta Grup Jangan Bubar, Perjuangan Belum Selesai

Regional
Sepekan Pantura Sayung Banjir Rob dan Jalan Demak-Kudus Tersendat, Sopir Truk: Lelah, Boros Solar

Sepekan Pantura Sayung Banjir Rob dan Jalan Demak-Kudus Tersendat, Sopir Truk: Lelah, Boros Solar

Regional
Simpan Narkoba di Rumah Dinas, Oknum Camat Ditangkap Polisi

Simpan Narkoba di Rumah Dinas, Oknum Camat Ditangkap Polisi

Regional
Semarang Night Carnival, Lalu Lintas di Jalan Pemuda dan Jalan Pandanaran Dialihkan

Semarang Night Carnival, Lalu Lintas di Jalan Pemuda dan Jalan Pandanaran Dialihkan

Regional
PDI-P Solo Minta Cawalkot yang Diusung Bertanggung Jawab Sejahterakan Masyarakat dan Tak Pindah Parpol Lain

PDI-P Solo Minta Cawalkot yang Diusung Bertanggung Jawab Sejahterakan Masyarakat dan Tak Pindah Parpol Lain

Regional
Terima Penghargaan dari Pemprov Jateng, Kota Semarang Jadi yang Terbaik dalam Penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka

Terima Penghargaan dari Pemprov Jateng, Kota Semarang Jadi yang Terbaik dalam Penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka

Regional
APBD Kalteng Meningkat 2 Kali Lipat dalam 8 Tahun, Capai Rp 8,79 Triliun pada 2024

APBD Kalteng Meningkat 2 Kali Lipat dalam 8 Tahun, Capai Rp 8,79 Triliun pada 2024

Regional
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Demak

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Demak

Regional
Pegawai Bea Cukai Ketapang yang Ditangkap Kasus Perdagangan 566 Burung Dicopot

Pegawai Bea Cukai Ketapang yang Ditangkap Kasus Perdagangan 566 Burung Dicopot

Regional
Kelola Air Tanpa Izin di Gili Trawangan, 2 Direktur Perusahaan Jadi Tersangka

Kelola Air Tanpa Izin di Gili Trawangan, 2 Direktur Perusahaan Jadi Tersangka

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com