MATARAM, KOMPAS.com- Koordinator Koalisi Stop Joki Anak, Yan Mangandar Putra diperiksa oleh tim penyidik Subdit IV Ditreskrimum Polda NTB, Selasa (12/7/2022).
Yan Mangandar diperiksa sebagai pelapor dugaan eksploitasi anak di acara pacuan kuda tradisional di Penyaring Sumbawa 2022.
Baca juga: Joki Cilik Muncul di Iklan MXGP, Aktivis Anak Kecam Gubernur NTB
"Kami sudah diperiksa dan ditanya 24 pertanyaan terkait pelaksanaan pacuan kuda di Penyaring, Sumbawa, NTB jelang even Motocross MXGP Samota Sumbawa," kata Yan Mangandar di Mapolda NTB, Selasa.
Yan menjelaskan mengenai penyelenggara acara, waktu, tempat, dan bagaimana munculnya dugaan tindak pidana eksloitasi anak, termasuk dugaan aktivitas judi di arena pacuan kuda tersebut.
"Saya berada di lokasi ketika event berlangsung, melihat anak-anak yang masih sangat kecil menunggangi kuda yang lebih besar dan satu anak bisa bertarung dengan rasa takut mereka dengan menunggangi 15 ekor kuda, bayangkan," kata Yan.
Yan membeberkan sejumlah bukti-bukti rekaman yang dimilikinya terkait eksploitasi anak.
Menurutnya, anak-anak tersebut bertaruh nyawa dengan pengamanan seadanya dan tidak sesuai standar Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi).
Lebih parah lagi pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada anak-anak juga seadanya. Tidak ada pemeriksaan setelah pertandingan usai.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Jatim, DIY, Bali, NTB, NTT, Kalbar, dan Kalsel 12 Juli 2022
"Apa yang menjadi temuan kami di lapangan inilah yang menjadi alasan kami melaporkan dugaan eksploitasi anak di pacuan kuda yang diselenggarakan di sana semua kalangan tengah memperjuangkan memberhentikan pengunaan joki anak dalam setiap pacuan," terang Yan.
Di hari yang sama, Gubernur NTB Zulkieflimansyah mengeluarkan pernyataan di akun Instagramnya @zulkieflimansyah.
Gubernur mengatakan bahwa joki anak dan pacuan kuda di NTB terlihat sederhana, namun sesungguhnya tidak semudah yang dibayangkan para pembela hak-hak anak.
"Butuh waktu dan kesabaran untuk menata dan megubahnya. Pacuan kuda dengan joki anak atau joki cilik sudah membudaya dan menjadi tradisi turun temurun yang usianya puluhan bahkan ratusan tahu," kata Zulkieflimansyah dalam akun tersebut.
Baca juga: Kelar Desember, Ini Deretan Manfaat Bendungan Beringin Sila di NTB
Atas dasar itu, kata Gubernur, tidak mudah melarang menggunakan joki cilik dalam pacuan kuda tradisional.
"Jadi kalau melarang penggunaan joki cilik dalam pacuan kuda tradisional sama saja dengan menodai dan menganggu tradisi, terlalu vulgar dan demonstratif melarang joki cilik, maka kita akan berhadapan dengan perlawanan 'kultur' yang serius dan tidak mudah," kata Gubernur.
Gubernur juga mengakui, di sisi lain, mereka yang paham mengenai pendidikan dan hak anak tentu akan membela dan melarang anak-anak yang seharusnya bermain dan belajar, di usia belia tidak diharapkan menyabung nyawa di atas kuda apalagi dieksploitasi atas nama hobi dan tradisi.
"Saya pribadi termasuk pada posisi yang kedua ini, saya terus terang tidak setuju daerah-daerah kita mengunakan joki cilik ini ke depan, anak-anak kita sudah saatnya tidak boleh jadi korban atas nama tradisi dan lain-lain," kata Zulkieflimansyah.
"Tapi mengubah drastis atau melarang tradisi joki cilik bisa juga berbahaya. Karena masyarakat akan diam-diam tetap melaksanakan kegiatan pacuan kuda dengan joki cilik. Bahaya karena fasilitas kesehatan dan keamanan akan minim bahkan tidak ada.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Jatim, DIY, Bali, NTB, NTT, Kalbar, dan Kalsel 12 Juli 2022
Lalu solusinya seperti apa?
Harus ulai mengarah ke joki besar sesuai standar Pordasi. Dan ini perlu waktu dan kita sudah mulai berubah ke arah sana. Di beberapa pacuan kuda terakhir sudah ada aturan joki tak boleh lagi terlalu kecil. Minimal 12 tahun dan safetynya tidak main-main.
Apalagi kalau ada yang berlaga sekarang sudah banyak kuda-kuda besar, dan tidak mungkin mengunakan joki anak lagi, tapi kalau untuk kuda-kuda kelas TK A, TK B, OA dan OB mungkin joki anak meski bisa berlaga, karena memang kudanya kecil dan relatif tidak berbahaya, bisa juga ditunggangi orang yang lebih besar. Meski tidak berbahaya tetap safetynya harus maksimal," katanya.
"Dan saya sudah usulkan ke Ketua Pordasi NTB untuk membuat sirkuit standar nasional yang larinya belok kanan dengan menggunakan kuda kelas besar sesuai standar Pordasi. Kalau ini dilakukan maka penggunaan joki cilik akan berkurang bahkan tidak ada lagi," ujar dia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.