Ini cinta kubilang; tapi kita sama tak berdaya.
Jakarta, 11 September 2012
Ibu
Gui Hok Yang, anakmu pulang berdarah. Sekali ini memanglah kau segala. Dari rahimmu aku tertuang dalam cerita, dari rahimmu aku menjadi diri ini.
Kali ini, senja ini, aku kembali.
Gui Hok Yang, anakmu kalah ribuan kali, kau tersenyum di tepi pintu dan menerimaku kembali. “Kemari nak, perih ini mampu kita obati”.
Ibu betapa kau segala dalam metrum darahku, kau gurat selaksa doa.
Dan kali ini aku menepi di pinggir kakimu, ibu, doakan sekali lagi?
Gui Hok Yang, kau segala ibu, ibu, ibu.
Gui, 2012.
Apa Kabar?
Apa kabar buah dada?
Tidak adakah buah selama musim kemarau ini?
Kering mengigil memakan hijaumu
Kilau hidup hambar jadi kuning kusam
Kemarau menyesap sarimu
hingga hanya butir darah luka menitik pelan
Kandas
Apa kabar bulubulu halus
yang sering merimang gigih
sewaktu sentuh menjadi kata paling jujur
Kini bulubulu itu menggoyangkan dirinya sendiri,
menafsirkan kehilangan sebagai
jumpa entah pada aras apa
Apa kabar lukisan pada buah-buah
yang tidak pernah menguncup putik?
Itukah sidik jarimu pada sekujur jangat yang pasi
Aih apa kabar buah dalam dada
yang sedemikian aku rindui dalam diam.
Mengucuplah dalam musim penghujan
tatkala tetesan pertama
merembes pada jalur nadimu
yang merimang bulubulu halus;
maaf, aku hanya rindu..