Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ada Alasan MA Tolak "Teleconference" Sidang Cebongan

Kompas.com - 29/05/2013, 17:13 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Agung ataupun Oditur Militer didesak untuk mengabulkan permintaan para saksi yang akan bersaksi di peradilan militer terkait kasus pembunuhan empat tahanan di Lapas Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta. Para saksi meminta agar mereka dapat memberi kesaksian di luar ruang persidangan militer.

"Tidak ada alasan untuk menolak," kata Kepala Divisi Advokasi Hukum dan HAM Kontras Yati Adriani ketika dihubungi, Rabu (29/5/2013).

Di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Abdul Haris S mengatakan, pihaknya sudah menyurati Ketua Muda Peradilan Militer MA agar mengizinkan 42 saksi kasus Cebongan memberi kesaksian melalui teleconference.

"Kita sudah kirim surat 1,5 bulan lalu atas permintaan mereka (42 saksi), tapi sampai sekarang belum ada jawaban," kata Haris.

Alasan yang disampaikan, tambah Haris, semua saksi, khususnya 31 tahanan lain, masih trauma dengan pembunuhan sadis yang disaksikan langsung di dalam sel. Begitu pula 11 petugas Lapas yang dianiaya oleh para pelaku. Semua saksi hingga saat ini masih dilindungi LPSK.

Alasan lain, lanjut Haris, jika bersaksi di ruang sidang yang dihadiri para pelaku, dikhawatirkan mereka tidak dapat memberikan keterangan apa adanya. "Ada beban psikologis sehingga keterangan yang diberikan tidak sesuai dengan yang disaksikan," ucap Haris.

Haris menambahkan, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Oditur Militer mengenai hal-hal teknis jika teleconference dikabulkan. Para saksi tetap bersaksi di suatu lokasi di Yogyakarta, tetapi tidak di ruang sidang.

Sebaliknya, jika permintaan tidak dikabulkan, kata Haris, mereka terpaksa bersaksi di ruang sidang. Pasalnya, jika tanpa saksi, 12 anggota Kopassus yang ditetapkan tersangka dapat bebas dari dakwaan.

"Kita juga sudah koordinasi kalau tidak dikabulkan. Kita harus melakukan kerja sama dalam hal pengamanan, misalnya mengatur pengunjung, bagaimana membawa mereka ke persidangan. Info yang kami terima, awal Juni sudah mulai sidang," kata dia.

Yati mengatakan, alasan yang disampaikan tersebut seharusnya dapat diterima. MA harus segera menjawab permintaan mereka. "Semua aparat penegak hukum mempunyai kewajiban memfasilitasi mereka untuk memberi kesaksian yang sebenarnya," ucap Yati.

Hanya saja, jika teleconference diizinkan, semua pihak terkait harus mulai membahas hal-hal teknis, seperti lokasi kesaksian dan peralatan. Jangan sampai teleconference malah mengganggu persidangan atau mengurangi substansi perkara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

    Nasional
    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Nasional
    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

    Nasional
    Kualitas Menteri Syahrul...

    Kualitas Menteri Syahrul...

    Nasional
    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

    Nasional
    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Nasional
    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Nasional
    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Nasional
    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Nasional
    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Nasional
    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com