Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keuletan Pelestari Kerbau Rawa

Kompas.com - 17/05/2013, 03:53 WIB

Dwi Bayu Radius

Membudidayakan kerbau rawa (”Bubalus bubalis”), Isran (49) tak hanya menjadi peternak yang paling sukses di lingkungannya. Ia juga melestarikan hewan khas yang tersebar di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan itu. Berkat ternaknya yang terus berkembang, Isran mampu naik haji tiga kali.

Dalam konteks masyarakat mapan, melaksanakan ibadah haji adalah ibadah. Namun, lebih dari itu bagi masyarakat Banjar yang tinggal di Kalimantan, naik haji adalah sebuah prestasi luar biasa. Suku Banjar yang sebagian besar tinggal di Kalsel dan banyak bermukim di Kalteng memang memegang kultur religi yang kuat.

Terlebih lagi di pedalaman seperti Desa Tampulang, Kecamatan Jenamas, Barito Selatan, Kalteng, tempat Isran tinggal. Tampulang adalah desa terpencil yang harus ditempuh lewat darat dengan jarak sekitar 175 kilometer dari ibu kota Kalteng, Palangkaraya, ke ibu kota Barito Selatan, Buntok.

Perjalanan masih dilanjutkan lagi dengan jarak sekitar 150 kilometer menggunakan perahu selama empat jam. Belum ada jalan yang tembus sampai Tampulang. Isran berasal dari suku Banjar, tetapi juga memiliki darah Dayak. Ia beternak kerbau secara turun-temurun.

”Entah sejak kapan, tetapi yang saya tahu keluarga buyut sudah beternak kerbau. Saya tidak tahu jumlah kerbau saat itu, tetapi hanya beberapa ekor,” tuturnya.

Tradisi itu dilanjutkan kakek dan ayah Isran. Ia hanya tahu, saat diberi kepercayaan untuk meneruskan usaha itu pada tahun 1995, jumlah kerbau masih sebanyak 60 ekor. Isran terus mengembangkan ternak kerbaunya, hingga saat ini jumlahnya menjadi sekitar 300 ekor.

Kini, Isran dapat menjual sekitar 30 kerbau per bulan. Harga kerbau dewasa dengan berat sekitar 4,5 kuintal, misalnya, sekitar Rp 14 juta. Daging kerbau rawa sangat disukai, terutama oleh masyarakat Kalsel. Jenamas memang berbatasan dengan provinsi itu.

”Saat selamatan dan pernikahan, daging kerbau juga banyak digunakan, begitu pula di warung nasi dan pedagang bakso,” tuturnya. Selain itu, penyelenggara tiwah, yakni upacara Hindu Kaharingan untuk memindahkan kerangka leluhur ke dalam sandung atau rumah panggung kecil, kerap membeli kerbau.

Lewati tantangan

Namun, keberhasilan itu harus dicapai dengan melewati bermacam tantangan. Rumput berkurang terkena dampak perubahan iklim, banjir semakin sering melanda, dan tidak adanya petugas pemeriksa kesehatan hewan yang dikirim Pemerintah Kabupaten Barito Selatan.

”Sekitar 10 kerbau saya mati setiap tahun. Lebih kurang 10 tahun lalu, petugas rutin datang untuk mengecek kesehatan kerbau rawa. Sekarang malah tidak pernah,” ujarnya.

Banjir hebat akibat meluapnya Sungai Barito pada tahun 2005 menjadi musibah terbesar bagi Isran. Jumlah kerbau yang sudah mencapai sekitar 200 ekor menjadi jauh berkurang. ”Rumah saya saja tenggelam dan kandang terendam. Banyak kerbau terserang penyakit. Bayi-bayi kerbau juga mati tenggelam,” tuturnya.

Saat banjir surut, kerbau yang tersisa sebanyak 126 ekor. Isran bekerja keras mengatasi berbagai persoalan itu. Banjir, misalnya, diselesaikan dengan meninggikan kandang.

Pada musim hujan, lahan di sekitar kandang sering terendam air. Meski bertubuh besar, kerbau rawa cekatan berenang. Ketekunan Isran akhirnya membuahkan hasil, salah satunya dia bersama keluarga mampu menunaikan ibadah haji pada tahun 1988.

”Sungguh lega dan senang. Bangga sekali saya bisa naik haji dengan ayah, ibu, kakek, dan nenek dari hasil beternak kerbau,” tuturnya.

Isran naik haji lagi pada tahun 1999 dan 2011. Meski bakal menjadi pemilik kerbau-kerbau keluarganya, sejak muda Isran tidak dimanja. Pada usia 12 tahun, ia sudah dibiasakan menggiring kerbau untuk mencari makan.

Berbeda dari daerah-daerah lain, hewan itu biasa berendam di rawa dan dilepas tanpa digembala pada pagi hingga sore hari. Karena itu, kerbau rawa masih punya sedikit sifat liar.

Di Kalteng, kerbau rawa hanya terdapat di Jenamas dengan populasi sekitar 6.000 ekor. Isran adalah peternak yang memiliki kerbau rawa paling banyak.

Peternak yang sukses seperti Isran mampu membangun kandang yang sangat luas dengan lebar 7 meter dan panjang bisa mencapai 100 meter. Jumlah kerbau rawa yang dimasukkan dalam kandang itu hingga 300 ekor.

”Jadi, kandang atau masyarakat setempat menyebutnya kalang itu terbuka. Sistem beternak kerbau rawa masih tradisional,” ujarnya.

Camat Jenamas, Kujang Rosayadi, mengatakan, Isran dan para peternak kerbau rawa lain menjadi bagian dari masyarakat penggerak ekonomi Jenamas. Mereka mengandalkan ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Efek berantai pun dirasakan masyarakat setempat.

Peternakan kerbau rawa menjadi penyerap tenaga kerja yang signifikan. Di Jenamas terdapat 2.738 keluarga. Sebagai indikator pentingnya usaha budidaya kerbau rawa, setiap peternak bisa menyediakan lapangan pekerjaan untuk lima orang. Sementara di Jenamas terdapat sekitar 200 peternak. Mereka tersebar di tiga desa, yakni Tampulang, Kalanis, dan Rangga Ilung.

”Ternak tidak diberi vaksin, tetapi populasi kerbau di Jenamas masih bisa bertambah dengan pesat, sekitar 600 ekor per tahun,” kata Isran. Namun, alangkah lebih majunya budidaya kerbau rawa jika pemerintah daerah memberikan dukungan yang sangat diharapkan para peternak.

”Kelangsungan budidaya sangat penting untuk melestarikan kerbau rawa. Saya sendiri kelak menurunkan upaya itu kepada generasi penerus,” ucapnya. Anak laki-laki Isran telah mengungkapkan niatnya untuk meneruskan tradisi keluarga tersebut.

Isran • Lahir: 16 Agustus 1963 di Desa Tampulang, Kecamatan Jenamas, Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah • Istri: Rabiatul Adawiyah (37) • Anak: - Muhammad Yasin (21) - Norsekdiyah (11) • Pendidikan: - SD Negeri Rantau Bahuang, Jenamas - SMP Korpri Rantau Kujang, Jenamas - SMA Negeri Kristen Buntok, Kabupaten Barito Selatan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com