Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Paini Menyesali Perbuatannya Meracuni Anak

Kompas.com - 13/05/2013, 23:40 WIB
Kontributor Kediri, M Agus Fauzul Hakim

Penulis

KEDIRI, KOMPAS.com — Paini (46), warga Wates. Kabupaten Kediri, Jawa Timur, yang menjadi pelaku tunggal kasus pembunuhan terhadap Surani (29), anak kandungnya sendiri, pada Sabtu (11/5/2013) lalu, kembali menegaskan latar belakang perbuatannya itu karena kesal atas perilaku korbannya.

Tidak hanya kerap marah, menurutnya, Surani juga sering memukulinya baik dengan tangan kosong maupun benda keras. Bahkan, ia sempat mendapatkan perawatan di rumah sakit karena luka pada bagian kepalanya seusai dihantam batangan besi oleh Surani.

"Kejadiannya (pemukulan) itu sudah lama, sekitar 3 tahun lalu," kata janda yang ditinggal mati suaminya ini saat ditemui di Mapolres Kediri, Senin (13/5/2013).

Selain penganiayaan itu, wanita yang berprofesi sebagai pengumpul barang bekas ini menambahkan, ancaman pembunuhan juga tidak sekali dua kali diterimanya. Pernah suatu kali ia diancam akan dibunuh dengan sebilah pisau yang sudah diacungkan kepadanya.

"Semua takut dengan dia (korban). Saudara saya, bahkan anak-anak saya lainnya enggak berani pulang ke rumah karena diancam," imbuhnya.

Hal terakhir yang tidak ia lupakan adalah saat korban mengusirnya dari rumah yang ditinggalinya berdua selama ini. Pengusiran itu menurutnya terjadi hanya karena Surani membawa pulang seorang perempuan dan tidak mau terganggu oleh siapa pun.

Akibat pengusiran itu ia terpaksa pergi dari rumahnya sendiri dan tinggal tidak menetap. Kadang di rumah saudaranya, kadang tidur di kawasan pasar. "Saya tidur di Pasar Setonobethek," katanya.

Puncaknya adalah pagi sebelum kejadian pembunuhan itu. Saat itu, kata Paini, Surani meminta uang sebesar Rp 50 ribu dengan alasan untuk membeli kunci motor. Ia sudah mengatakan bahwa sedang tidak mempunyai uang, tapi Surani terus memaksanya sambil marah-marah.

"Saya benar-benar enggak punya uang," tuturnya.

Padahal selama ini, menurut Paini, segala kebutuhan keseharian Surani telah dicukupinya, baik makan maupun uang saku. Hal itu karena Surani sendiri tidak bekerja. Namun, menurutnya, ada saja yang hal yang diminta oleh Surani. Hal inilah yang membuat kekesalannya memuncak.

"Anak kok begitu tega sama ibunya. Sudah habis kesabaran saya. Saya jengkel-sejengkelnya," tegasnya.

Pembunuhan itu, kata Paini, memang sudah direncanakan sebulan sebelumnya. Ia mengakui mencampur racun potas yang dibelinya dari toko bangunan milik SDQ, tetangganya, dengan kopi susu. Kopi itu dihidangkan bersamaan dengan jagung rebus.

Saat membeli racun yang biasa digunakan untuk menuba ikan itu, ia beralasan untuk membunuh tikus. Cara pembunuhan dengan menggunakan potas itu diakuinya dipilih karena tidak memungkinkannya cara lainnya. Potas dibelinya seharga Rp 3.500.

Namun demikian, Paini kini merasakan penyesalannya yang mendalam. Anak laki-laki yang dilahirkannya itu sudah pergi selamanya. Jenazahnya dikebumikan di pemakaman umum desanya Senin pagi.

"Bagaimanapun juga, saya yang mengandung dan membesarkannya. Saya menyesal," pungkas Paini.

Sementara itu, akibat hukum dari peristiwa ini masih terus berproses. Status Paini sudah ditetapkan sebagai tersangka dan masih diamankan di Mapolres. Penyidik akan mengenakan pasal berlapis. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Kediri, Edy Herwiyanto, mengatakan, penerapan pasal tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan para pihak dan bukti-bukti, termasuk hasil otopsi pada jenazah korban yang ditemukan kadar racun.

"Kepada tersangka disangkakan Undang-Undang 23 Tahun 2004 Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga, serta Pasal 340 KUHP dengan ancaman 20 tahun penjara," kata Ajun Komisaris Polisi Edy Herwiyanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com