Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Evaluasi Ujian Nasional

Kompas.com - 18/04/2013, 02:54 WIB

Ujian berbentuk pilihan ganda seperti ujian nasional tentu saja tidak memadai untuk menilai prestasi, kemajuan, dan kekurangan peserta didik. Sebenarnya Kemdikbud sudah menerima kenyataan ini dan memutuskan ujian nasional bukan satu-satunya penentu kelulusan. Namun, upaya sosialisasi dan pelatihan di tingkat sekolah masih perlu terus dilakukan agar sekolah-sekolah mempunyai kepercayaan diri dan kompetensi untuk mengembangkan bentuk-bentuk penilaian yang lain guna melengkapi ujian nasional dan suatu saat nanti bahkan tidak lagi membutuhkan ujian nasional sebagai penilaian standar.

Kenyataan di lapangan menunjukkan sebagian besar guru di Indonesia pada saat ini masih belum cukup kompeten dan terampil menyusun instrumen penilaian belajar yang baik dan tepat. Tentu saja situasi ini tidak seharusnya dijadikan alasan pembenaran untuk pelanggengan ujian nasional tanpa batas.

Kedua, pelanggaran dalam penyelenggaraan tidak semestinya ditoleransi dengan label ekses dan oknum. Ini bukan persoalan persentase dalam statistik. Dalam pendidikan, rasio pelanggaran (yang dianggap) sangat kecil sudah menjadi persoalan sangat serius karena memberikan dampak modeling negatif yang akan sangat merusak proses pendidikan karakter anak dan bangsa. Karena nila setitik rusak susu sebelanga. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari.

Skandal kecurangan guru dalam ujian ternyata juga terjadi di Amerika Serikat. Juri memutuskan kepala dinas pendidikan beserta 35 pimpinan sekolah dan guru bersalah atas manipulasi nilai ujian di Atlanta, akhir Maret 2013. Kepala Dinas Dr Beverly Hall, yang pernah dinobatkan sebagai kepala dinas teladan pada 2009, diancam hukuman penjara 45 tahun.

Sistem pendidikan Atlanta telah menghabiskan 2,5 juta dollar AS untuk investigasi pelanggaran ini. Temuan paling penting dalam skandal ini adalah bahwa sistem imbalan bagi guru dan pejabat yang berhasil menaikkan nilai ujian dan hukuman bagi yang tidak justru telah memicu pelanggaran kode etik pendidik. Karena itu, sistem ini harus diinvestigasi dan ditinjau ulang.

Ketiga, kasus keterlambatan pencetakan dan distribusi soal-soal ujian nasional tahun ini seharusnya mendorong pemerintah mulai memikirkan administrasi secara online. Bagi banyak daerah di Nusantara, pelaksanaan ujian online sungguh merupakan kemungkinan yang tak terbayangkan karena sejumlah permasalahan infrastruktur. Dalam hal ini, Kemdikbud perlu merintis kemungkinan-kemungkinan itu bersama PLN dan Kementerian Kominfo. Pelaksanaan ujian kompetensi guru secara online yang kurang mulus baru-baru ini seharusnya tidak dijadikan bahan cemooh untuk menghambat langkah maju dan perbaikan sistem secara berkelanjutan.

Akhirnya, perbaikan sistem membutuhkan evaluasi secara terus-menerus. Soal-soal dan sistem administrasi tes seperti TOEFL dan yang semacamnya sering menjadi bahan kajian terbuka dalam forum-forum para pakar dan peneliti. Bahkan, soal-soal dalam tes terdahulu bisa diakses publik secara terbuka. Selama beberapa dekade pelaksanaannya, ada banyak sekali perubahan dan kemajuan mendasar. Mekanisme evaluasi internal ataupun hasil kajian publik telah memungkinkan tes-tes tersebut meningkatkan kesahihan dan keterandalannya secara berkelanjutan.

Anita Lie Guru Besar Program Pascasarjana Unika Widya Mandala, Surabaya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com