Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penghematan yang Jalan di Tempat

Kompas.com - 10/04/2013, 08:17 WIB

KOMPAS.com - Peluh bercucuran di kening Ediyan. Mengendarai minibus bersama keluarganya, pria berusia 40 tahun itu hanya mengenakan celana panjang hitam dan kaus dalam ketika mengantre solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum Kilometer 6,5 Kota Bengkulu. Mobil yang dikendarainya terselip di antara truk batubara yang besar.

”Sudah lama saya mengantre. Kendaraan pribadi harus bersaing mendapatkan solar dengan truk batubara yang besar-besar. Seharusnya mereka (truk batubara) tidak lagi memakai solar subsidi,” kata Ediyan, pekan lalu.

Sudah hampir sebulan terakhir kendaraan berbahan bakar solar di Provinsi Bengkulu terpaksa antre untuk mendapatkan solar bersubsidi di SPBU. Mayoritas kendaraan yang antre adalah truk pengangkut batubara. Kendaraan pribadi seperti minibus milik Ediyan kerap berada di tengah-tengah deretan truk batubara.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pengendalian Penggunaan BBM dan Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) No 3/2012 tentang Pengendalian BBM Jenis Tertentu untuk Mobil Barang yang Digunakan pada Kegiatan Perkebunan dan Pertambangan seolah tak bergigi.

Khusus pengendalian BBM untuk angkutan pertambangan dan perkebunan di Bengkulu hampir bisa dikatakan tidak terwujud. Truk angkutan pertambangan dan perkebunan masih saja menikmati BBM subsidi.

Di SPBU Pondok Kelapa, Kabupaten Bengkulu Tengah, yang berada di jalur yang dilalui truk batubara, misalnya. Pada Januari 2013 SPBU ini mendapat kiriman solar nonsubsidi 8 kiloliter (KL). Sepanjang Januari 2013, solar itu hanya terjual 79,5 liter. Hingga Februari 2013 solar nonsubsidi itu belum habis.

Padahal, setiap hari puluhan bahkan mungkin ratusan truk batubara dari tambang di Kabupaten Bengkulu Utara melintas di depan SPBU itu. ”Tidak ada truk batubara beli solar nonsubsidi. Sementara solar terus menguap di tangki timbun dan uang tidak berputar,” kata Suparman, pengawas SPBU Pondok Kelapa.

Wira Penjualan Terminal BBM Pertamina Pulau Baai Bengkulu Misbah Buchori menambahkan, berdasarkan pengamatan Pertamina di lapangan bersama pengelola SPBU, banyak pula sopir truk yang mencopot stiker penanda pengguna BBM nonsubsidi yang telah dipasang. Namun, mereka tetap memakai BBM subsidi.

Kepala Dinas ESDM Provinsi Bengkulu Karyamin menyatakan, dari kebutuhan sekitar 4.000 stiker yang diajukan untuk truk batubara dan perkebunan di Bengkulu, baru diterima 300 stiker. Ia tidak menampik banyak stiker yang sudah copot dari truk pengangkut batubara.

Di lapangan, persoalan kian pelik mengingat banyak angkutan tambang milik perusahaan pertambangan. Tidak sedikit truk batubara yang justru milik perseorangan.

Seorang pengemudi truk batubara, Dedi (42), yang dtemui di SPBU Pondok Kelapa, contohnya. Ia mengatakan, truk yang ia bawa miliknya sendiri. Ia masih mengangsur truk ke perusahaan pembiayaan Rp 7 juta sebulan. Jika angkutan batubara harus memakai BBM nonsubsidi, ia tidak akan mampu mencicil angsuran kendaraan.

Pertamina akhirnya mengurangi penyaluran solar ke SPBU per harinya. Pengelola SPBU Kilometer 6,5, Surya Darmawan, menyampaikan, biasanya Pertamina mengirim 16 KL solar sehari. Sejak awal 2013, penyaluran solar turun separuhnya jadi hanya 8 KL sehari. Antrean kendaraan pun terjadi. Paling lama 4 jam solar sudah habis.

Misbah Buchori menuturkan, kuota solar subsidi Provinsi Bengkulu sementara ini diasumsikan sama dengan 2012, yakni 86.265 KL. Sejauh ini belum ada surat keputusan Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas yang menjelaskan berapa besaran kuota untuk tiap daerah.

Yang dilakukan Pertamina saat ini mengendalikan penyaluran solar nonsubsidi agar realisasinya secara kumulatif tidak melebihi kuota yang sudah ditetapkan. Harapannya, pemilik angkutan pertambangan dan perkebunan beralih ke solar nonsubsidi.

Pelarangan kendaraan dinas pemerintah badan usaha milik negara/daerah untuk tidak memakai BBM subsidi juga tidak terlalu mendongkrak konsumsi BBM nonsubsidi.

Melihat fakta di lapangan, pemerintah harus lebih tegas bertindak dalam pengendalian dan penghematan BBM jika tidak mau subsidi semakin menekan anggaran negara. (ADHITYA RAMADHAN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com