Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tikus-tikus di Sekitar Kita

Kompas.com - 04/04/2013, 04:04 WIB

M Zaid Wahyudi

Dunia mengakui kelihaian dan keberaniannya. Dalam kartun, ia sering digambarkan sebagai makhluk berperut gendut yang botak dan rakus hingga sering diidentikkan dengan koruptor. Ia mampu bergerak lincah di ruang sempit nan gelap maupun di jalanan yang ramai, tak takut menantang manusia maupun musuh-musuh bebuyutannya.

Dialah tikus, mamalia yang sebarannya paling luas di dunia. Binatang asal Asia Tengah ini bergerak mengikuti migrasi manusia. Ia selalu ada di dekat manusia untuk mencari makanan maupun suhu yang hangat. Kini, hanya Arktik, Antartika, Provinsi Alberta Kanada, dan sejumlah tempat di Selandia Baru yang bebas tikus.

Bagi kebanyakan orang, tikus adalah hewan yang menjijikkan. Kehadirannya di lingkungan perumahan tak hanya membuat wanita berteriak histeris, tetapi juga membuat pria bergidik, atau lari tunggang langgang.

Meski demikian, bagi sebagian masyarakat di Afrika, China, dan Asia Tenggara, termasuk warga Tomohon, Sulawesi Utara, daging tikus adalah hidangan yang lezat.

Di Indonesia, setidaknya ada tiga jenis tikus yang hidup di sekitar rumah, yaitu tikus got (Rattus norvegicus), tikus rumah atau tikus atap (Rattus rattus), dan mencit rumah (Mus musculus). Ketiga binatang pengerat itu punya penampilan yang mirip, hanya berbeda ukuran.

Ciri hewan pengerat adalah punya gigi seri yang tumbuh memanjang. Jika tak digunakan menggigit benda-benda keras, seperti benda dari kayu, karet, atau besi, gigi seri itu akan tumbuh memanjang dalam waktu singkat. Akibatnya, tikus tak bisa menutup mulutnya.

Tikus got berwarna hitam legam, berukuran besar dengan bobot 400-600 gram. Selain saluran air, tempat sampah adalah lokasi mangkal-nya. Tikus besar ini belum termasuk hama rumah karena habitatnya di tempat-tempat kotor di luar rumah.

Tikus rumah biasa dijumpai di dalam rumah, khususnya dapur. Ia berwarna abu-abu atau coklat, berukuran sedang, dan berbobot 100-150 gram.

Tikus yang pandai memanjat ini sejatinya hidup di bagian atas rumah. Dia yang suka menimbulkan suara gaduh di langit-langit. Tapi, ia bisa turun ke lantai untuk mencari makan.

”Di Eropa dan negara empat musim lain, warna tikus got dan tikus rumah terbalik dengan di Indonesia. Tikus got berwarna coklat dan tikus rumah berwarna hitam,” kata ahli tikus dari Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor, Swastiko Priyambodo, Rabu (3/4). Karena itu, istilah internasional yang digunakan untuk tikus got adalah brown rat dan tikus rumah adalah black rat.

Sementara itu, mencit rumah memiliki warna mirip tikus rumah. Ukurannya paling kecil di antara tikus lain, 10-20 gram. Makanan mencit rumah dan tikus rumah sama, yaitu karbohidrat, protein hewani, dan kurang suka sayur.

Satu lagi hewan mirip tikus yang banyak dijumpai di rumah adalah celurut atau cecurut (Suncus murinus). Namun, ia tidak termasuk kelompok tikus karena bukan hewan pengerat. Warnanya mirip tikus rumah tapi hanya memakan serangga. Namun, kini juga dijumpai celurut pemakan sisa makanan manusia, sama seperti tikus got.

Pengendalian

Tikus merupakan binatang dengan kemampuan adaptasi tinggi. Ia dapat hidup tanpa air lebih lama dari unta dan dapat jatuh hingga beberapa kali tanpa terluka. Di perairan terbuka, ia bisa berenang sejauh 800 meter.

Binatang yang identik dengan lingkungan kotor ini mampu hidup di daerah dengan radiasi tinggi. Ia juga mampu membangun kekebalan tubuh terhadap sejumlah jenis racun.

Di perdesaan, masih ada ular, musang, atau burung hantu yang jadi pemangsa tikus. Namun, di perkotaan dengan lingkungan yang padat, hewan pemangsa tikus sulit ditemukan.

Kemampuan reproduksi yang tinggi membuat jumlah tikus bisa berlipat dalam waktu singkat. Saat kondisi pangan tercukupi, tikus mampu beranak hingga 5 kali setahun dengan 6-10 anak per kehamilan. Di usia 3 bulan, anak tikus siap bereproduksi.

Jumlahnya yang besar membuat tikus harus dikendalikan. Bukan hanya untuk membuat manusia lebih nyaman, melainkan untuk menghindari penyakit yang ditularkan tikus, seperti pes, leptospirosis, diare, demam, hingga keracunan makanan.

”Kuman penyakit di kotoran tikus yang mengering bisa menyebar dan menempel di makanan rumah,” ujar Swastiko.

Ketua Asosiasi Pembasmi Hama Jawa Barat Erizal Sikumbang menyatakan, tikus tak bisa dibasmi 100 persen karena ia hidup liar di alam. ”Kebersihan lingkungan adalah kunci mengendalikan tikus,” katanya.

Pembasmian tikus tidak bisa dilakukan dengan satu cara, harus serempak dengan berbagai teknik secara periodik, mulai dari menggunakan jerat, racun atau peralatan yang memancarkan gelombang elektromagnetik maupun suara ultrasonik. Sifat adaptif tikus yang tinggi membuat jika satu tikus terjebak pada satu tempat tertentu, tikus lain tak mau mendatangi tempat yang sama.

Swastiko mengatakan, Pusat Studi Regional Penelitian Biologi Tropis (SEAMEO Biotrop) pernah berusaha memandulkan tikus jantan untuk mengendalikan populasi tikus. Namun, cara ini tak efektif karena tikus jantan mandul yang dilepas ke alam ternyata tak mau kawin lagi akibat turunnya kebugaran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com