Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

63 Kilometer Persegi Masih Sengketa

Kompas.com - 04/04/2013, 03:54 WIB

Kupang, Kompas - Kawasan seluas 63 kilometer persegi antara RI dan Timor Leste masih dalam sengketa. Jika dibiarkan berlarut, itu jadi preseden buruk bagi masyarakat perbatasan kedua negara. Karena itu, pemerintah kedua negara diminta segera menyelesaikan masalah tersebut. Apalagi kasus perkelahian antara warga Desa Haumeni Ana di Timor Tengah Utara (NTT) dan warga Pasabe (Timor Leste) beberapa waktu lalu harus jadi acuan agar tak menganggap enteng masalah titik batas.

Kepala Badan Pembangunan Perbatasan Nusa Tenggara Timur Edu Gana, di Kupang, Rabu (3/4), mengatakan, selama kawasan bermasalah itu belum diselesaikan, baik warga Indonesia maupun Timor Leste tidak boleh melakukan kegiatan di atas lahan itu. Itu ketentuan universal terkait masalah tapal batas negara.

”Masalah tapal batas kedua negara tanggung jawab pemerintah pusat karena menyangkut hubungan antarnegara. Usulan masyarakat agar masalah itu segera diselesaikan perlu didengarkan pemerintah. Usulan itu sebaiknya jadi agenda prioritas dalam membangun kerja sama dengan Timor Leste,” kata Gana.

Lokasi yang disengketakan itu tersebar di puluhan titik sepanjang perbatasan RI-Timor Leste. Masyarakat adat di perbatasan kedua negara saling klaim.

Gana juga mengingatkan agar pembangunan kawasan perbatasan RI-Timor Leste tidak hanya wacana dari tahun ke tahun. Masyarakat Indonesia di perbatasan masih miskin dan terbelakang. Sementara di Timor Leste terus berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai kegiatan.

Informasi pengalokasian dana Rp 3 triliun untuk pembangunan kawasan perbatasan, yakni RI-Timor Leste, Papua-PNG, dan Kalimantan-Malaysia, tahun 2012 sampai hari ini belum jelas.

”Kabarnya dana itu sudah teralokasi sejak 2010 melalui sejumlah satuan kerja perangkat daerah seperti dinas pekerjaan umum, dinas pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Jadi, sampai hari ini badan pembangunan perbatasan tidak tahu berapa dana yang dialokasikan khusus untuk perbatasan,” papar Gana.

Manajer Program Yayasan Mitra Tani Mandiri, Timor Barat, Yoseph Sunu menjelaskan, lembaganya menangani khusus pembangunan pertanian di kawasan perbatasan RI-Timor Leste. Masalah yang paling sulit adalah infrastruktur jalan, air bersih, listrik, pendidikan, kesehatan, dan ketahanan pangan desa.

Sebagian besar desa di perbatasan hanya dapat dijangkau selama musim kemarau. Itu pun hanya bisa dilalui kendaraan tertentu seperti truk. Selama musim hujan, ruas jalan antardesa di perbatasan sulit dilalui. Warga perbatasan terpaksa berjalan kaki puluhan kilometer untuk sampai di jalan utama. (KOR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com