Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menganyam Keindahan Kalimantan

Kompas.com - 31/03/2013, 05:38 WIB

Untuk mempersiapkan bahan anyaman, rotan diserut selebar 1,5 milimeter. Untuk menghasilkan warna hitam, rotan direbus selama tiga jam bersama tanah hitam dan daun sibangol.

Lain halnya dengan Veronika. Sebelumnya ibu dua anak itu sama sekali tidak bisa menganyam. Tradisi menganyam cahung sudah punah di kampungnya. Ia baru mulai belajar membuat cahung pada tahun 2010 saat diajak penggiat anyaman Kalimantan, Theodora Hangin Bang Donggo, mengikuti pelatihan di Balikpapan. Namun, hasilnya belum sempurna.

Setelah kembali ke kampungnya, Veronika mencari para orang tua yang masih bisa membuat cahung dan ternyata sudah tidak ada. Akhirnya ia menemukan nenek berusia 80 tahun dari kecamatan lain yang mengajarinya membuat cahung. Sang nenek rela menempuh perjalanan 8 jam menyusuri Sungai Mahakam lalu menginap di rumah Veronica selama satu minggu khusus untuk mengajari membuat cahung, termasuk ukiran hiasannya.

”Saya melakukannya karena saya mencintai anyaman. Dulu nenek moyang yang tidak bisa menulis pun sudah bisa membuat, kenapa sekarang tidak. Saya ingin ini tidak punah,” kata Veronika.

Hasilnya, Veronika mahir membuat cahung dan mampu membuat kelompok perempuan pembuat cahung yang kini beranggotakan 15 orang. Namun, hanya tiga orang yang masih aktif berproduksi.

Di kampung Yudit, kini ada tiga kelompok warga yang membuat tikar dengan anggota sekitar 60 orang setelah Yudit juga mengikuti pelatihan bersama Hangin di Balikpapan. Ada pula anggota pria. Para pria biasanya bertugas mengambil rotan ke hutan, sementara para perempuan mengolah dan menganyamnya menjadi tikar.

Memberdayakan

Kelompok-kelompok itu terbentuk setelah ada permintaan pembuatan produk anyaman dari YBTBIL dan pelatihan menganyam di Balikpapan. ”Selama ini kami tidak tahu bagaimana memasarkannya, setelah ada permintaan kami jadi semangat,” tutur Yudit. Demikian juga dengan Veronika. ”Kami bisa berproduksi dan punya penghasilan sendiri,” kata Veronika.

Satu cahung berdiameter 40 sentimeter bisa selesai dalam waktu tiga hari, sedangkan cahung berdiameter 60 sentimeter selesai dalam waktu satu minggu. Satu tikar selesai dalam waktu satu bulan.

Pekerjaan sampingan ini sangat dirasakan manfaatnya ketika suami Veronika meninggal tahun lalu. ”Mungkin kalau saya tidak ada pekerjaan ini, saya sudah larut dalam kesedihan,” katanya. Ia kini mandiri dan bisa berpenghasilan rata-rata Rp 1 juta per bulan.

Hingga saat ini, sudah ada 32 orang perempuan yang mengikuti pelatihan bersama Hangin dalam delapan gelombang dari berbagai suku termasuk dari Dayak Pasir dan Lundayeh yang ahli membuat bakul. Satu gelombang biasanya diikuti 4-5 peserta yang berasal dari satu suku. Satu minggu mereka belajar di Balikpapan.

Untuk memenuhi kebutuhan zaman, produk anyaman dimodifikasi hingga muncul tas perempuan, dompet, tempat pensil, hingga hiasan dinding. Hangin bahkan membuat aksesori perpanduan anyaman dan manik-manik seperti anting, gelang, dan cincin. Modifikasi dilakukan supaya produk yang sudah ribuan tahun hidup di Kalimantan ini tak habis tergerus zaman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com