Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tim Gabungan Akan Pulihkan Kepercayaan Publik terhadap TNI

Kompas.com - 30/03/2013, 19:53 WIB
Amir Sodikin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -- Tim pencari fakta dari internal TNI tak bisa berjalan sendiri untuk membongkar peristiwa penyerangan di LP Cebongan, Sleman, Yogyakarta. Jika hanya mengandalkan tim internal TNI, justru dikhawatirkan kepercayaan publik terhadap TNI tak bisa dipulihkan akibat opini publik yang telah berkembang luas terkait keterlibatan TNI dalam penyerangan tersebut. Karena itu, diperlukan tim gabungan pencari fakta yang sekaligus akan memulihkan kepercayaan publik terhadap kredibilitas dan integritas TNI.

Tim gabungan pencari fakta harus dibentuk untuk membantu TNI lepas dari segala opini buruk yang telanjur berkembang terkait kasus penyerbuan di LP Cebongan, Sleman. Jika tim gabungan tak dibentuk, dikhawatirkan hasil tim investigasi internal bentukan TNI hanya berujung pada kecurigaan publik. Hal itu terjadi karena tim internal tak memiliki mekanisme pengawasan yang bisa dipercaya oleh publik.

Salah satu unsur yang perlu dimasukkan adalah anggota DPR yang akan menjalankan fungsi pengawasan terhadap kerja investigasi, juga Komnas HAM atau institusi lain jika diperlukan.

Demikian dipaparkan Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia Rizal Darma Putra dan anggota Komisi I DPR Nuning Kertopati, di Jakarta, Sabtu (30/3/2013).

Rizal menekankan perlunya dibentuk tim gabungan yang terdiri dari TNI, kepolisian, Kementerian Hukum dan HAM yang membawahi Lembaga Pemasyarakatan, Komnas HAM, serta DPR yang melibatkan Komisi I (bidang pertahanan, luar negeri, dan informasi) dan Komisi III (bidang hukum dan perundang-undangan, HAM, dan keamanan) DPR. "DPR perlu dilibatkan karena untuk menjaga akuntabilitas dan mengawal proses investigasi," kata Rizal.

Pentingnya dibentuk tim gabungan, menurut Rizal, agar masing-masing institusi bisa mendapatkan akses dengan mudah bila diperlukan pemeriksaan. Misalnya, jika dirasa perlu untuk memeriksa gudang senjata, maka tinggal mengandalkan akses salah satu anggota tim yang bisa dengan mudah mengakses gudang senjata.

Hal seperti itu sulit dilakukan jika tim pencari fakta bergerak sendiri-sendiri. Misalnya seperti yang dialami Komnas HAM yang bergerak parsial. "Kalau bergerak sendiri nanti tak banyak gunanya. Jika tim gabungan dibentuk, masing-masing dari anggota tim harus memberikan akses terbuka ke masing-masing institusi tempat anggota tim berada," jelas Rizal.

Jika TNI tetap akan jalan dengan timnya, silakan saja namun tim gabungan tetap menjadi agenda penting untuk dibentuk. "Jika tidak dibentuk tim gabungan, nuansanya justru akan mendiskreditkan TNI karena sekarang ada opini yang berkembang bahwa pelakunya Kopassus. Padahal kan belum tentu demikian," kata Rizal.

Jika TNI melakukan penyidikan sendiri dan hasilnya tidak memuaskan masyarakat, justru nanti yang kerepotan malah TNI sendiri. "Walaupun hasil tim investigasi internal itu diumumkan terbuka, masyarakat akan tetap tak percaya karena opininya sudah terbentuk bahwa kasus ini merupakan balas dendam," kata Rizal.

Lalu, apa pentingnya melibatkan DPR dalam anggota tim tersebut? Menurut Rizal, keterlibatan DPR diperlukan karena akan menjadi menjalankan fungsi pengawasan sampai sejauh mana kerja investigasi. "Masyarakat juga bisa meminta pertanggungjawaban ke Komisi I dan Komisi III DPR melalui mekanisme public hearing," katanya.

Hasil investigasi tidak hanya diumukan ke publik, misalnya melalui TNI atau pemerintah, tapi bisa juga disampaikan di public hearing di DPR. Di public hearing itulah akan diuji akuntabilitas kerja tim gabungan dan bisa dinilai sejauh mana obyektivitasnya.

Anggota Komisi I DPR yang membidangi pertahanan, luar negeri, dan informasi, Nuning Kertopati menyatakan, tim investigasi harus bisa bekerja obyektif, koordinatif dengan berbagai institusi yang berkepentingan, dan kohesif. "Langkah yang bijak adalah tim investigasi Polri dan TNI harus disinergikan bersama dengan pihak luar selaku pemantau, bisa Komnas HAM atau lainnya," kata Nuning.

Untuk keterlibatan DPR, Nuning sependapat dengan usulan Rizal agar dilibatkan. "Untuk DPR saya rasa dalam fungsi pengawasan seyogyanya dilibatkan, kami akan bicarakan secara internal," ujarnya.

Ditanya apakah dalam koordinasi dengan instansi lain TNI mau terbuka, Nuning yakin TNI akan bisa terbuka. "Saya rasa TNI seharusnya sudah mulai berfikir untuk mengedepankan peran penerangannya dalam kasus ini. Saya yakin TNI akan koordinatif demi kepentingan bangsa dan negara," tutur Nuning.

Semua instansi yang sudah menurunkan tim investigasinya, seperti TNI dan Polri serta Komnas HAM, diharapakan bisa saling terbuka dan fair. Dengan kemauan untuk membongkar kasus ini hingga tuntas, diharapkan tak ada ego salah satu instansi. "Siapapun nanti pelakunya harus ditindak tegas sesuai hukum positif yang berlaku," kata Nuning.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Nasional
Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral saya Marahi

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral saya Marahi

Nasional
MPR Akan Temui Prabowo-Gibran Bicara Masalah Kebangsaan

MPR Akan Temui Prabowo-Gibran Bicara Masalah Kebangsaan

Nasional
Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh

Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com