Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bantah, Pangdam Diponegoro Terkesan Menutupi

Kompas.com - 25/03/2013, 17:06 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Bantahan keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta, lalu membunuh empat tahanan disesalkan. TNI seharusnya tidak boleh membantah sampai penyelidikan selesai dan para pelakunya tertangkap.

"Pangdam Diponegoro terburu-buru menyatakan para pelaku bukan anggota TNI. Padahal, penyelidikan belum selesai dilakukan. Sikap Pangdam Diponegoro terkesan menutup-nutupi dan ingin melindungi anak buahnya. Seharusnya Pangdam lebih memikirkan keselamatan rakyat dan bangsanya daripada melindungi anak buahnya yang salah," kata Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Ahmad Basarah, ketika dihubungi, Minggu (24/3/2013 ). Pernyataan ini dia sampaikan menyikapi sanggahan Panglima Kodam IV/Diponegoro Mayor Jenderal Hardiono Saroso, yang mengatakan tidak ada prajurit TNI yang terlibat penyerangan itu.

Seperti diberitakan, sekelompok orang bersenjata api laras panjang, pistol, dan granat datang menyerang Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (23/3/2013) dini hari. Awalnya, mereka mengaku dari Polda DIY, sambil menunjukkan surat berkop polda.

Semula, mereka mengaku ingin membawa empat tersangka kasus pembunuhan Sersan Satu Santosa, anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus), di Hugo's Cafe, 19 Maret 2013 lalu. Namun, ketika petugas lapas menolak permintaan itu, mereka mengancam meledakkan lapas.

Akhirnya, petugas membukakan pintu dan belasan orang memakai penutup wajah masuk. Mereka menyeret petugas lapas untuk menunjukkan empat tahanan yang dicari.

Empat tahanan tersebut akhirnya ditembak mati. Mereka, yakni Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja, Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, dan Yohanes Juan Manbait.

Sebelum kabur, kelompok penyerang ini juga membawa rekaman CCTV. Aksi tersebut hanya berlangsung 15 menit.

Melihat aksi penyerangan itu, Basarah menduga aksi dilakukan oleh oknum anggota TNI. Peristiwa tersebut, kata politisi PDI Perjuangan tersebut sangat mengerikan dan mencemaskan masyarakat umum. Untuk itu, Polri harus dapat mengusut tuntas dan menyerahkan para pelaku ke pengadilan.

"Jika benar dan terbukti para pelaku penyerbuan adalah oknum-oknum TNI, ini merupakan gejala yang membahayakan keselamatan bangsa dan negara," pungkas Basarah.

Polisi masih menyidik aksi penyerangan dan pembunuhan ini. Selain Hardiono, bantahan keterlibatan anggota TNI pun belum-belum telah dinyatakan Kepala Seksi Intelijen Kopassus Grup-2 Kapten (Inf) Wahyu Yuniartoto.

Basarah menambahkan, Kepolisian juga harus menindak dan menuntaskan berbagai aksi premanisme yang semakin brutal di berbagai daerah. Ia mempertanyakan keselamatan warga sipil jika para preman berani melawan, bahkan membunuh anggota TNI.

"Jika Kepolisian tidak mampu menghadapi aksi brutalisme dan premanisme, silahkan meminta bantuan TNI karena diperbolehkan oleh undang-undang. TNI dan Polri harus menjaga kekompakan dan kerjasama yang baik terutama menghadapi Pemilu 2014 . Jika TNI dan Polri tidak solid akan mudah dimanfaatkan," pungkas dia.

 

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Penyerangan Lapas di Sleman

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

    14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

    Nasional
    Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

    Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

    Nasional
    Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

    Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

    Nasional
    Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

    Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

    Nasional
    SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

    SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

    Nasional
    Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

    Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

    Nasional
    Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

    Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

    Nasional
    Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

    Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

    Nasional
    Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

    Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

    Nasional
    Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

    Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

    Nasional
    Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

    Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

    Nasional
    Yakin 'Presidential Club' Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

    Yakin "Presidential Club" Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

    Nasional
    Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

    Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

    Nasional
    Gejala Korupsisme Masyarakat

    Gejala Korupsisme Masyarakat

    Nasional
    KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

    KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com