Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tangerang Bermasalah Tangani Sampah

Kompas.com - 16/03/2013, 03:47 WIB

Tangerang, Kompas - Tidak hanya Bekasi dan Tangerang Selatan, Kota dan Kabupaten Tangerang, Banten, juga bermasalah menangani sampah.

Bahkan, volume sampah di sepanjang pesisir Pantai Tanjung Burung, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, terus bertambah. Sampah itu berasal dari buangan Sungai Cisadane karena posisi pantai tersebut persis di muara Cisadane. Tempat ini juga menjadi lokasi pembuangan sampah secara ilegal.

”Sejauh ini, belum ada perhatian serius dari pemerintah setempat untuk menangani sampah di sini,” kata Mahmud Sanusi (54), warga Teluk Naga.

Selama air sungai itu meluap dan banjir terjadi di sejumlah tempat di Kota dan Kabupaten Tangerang, kata Mahmud, kiriman sampah terus bertambah.

Aktivis lingkungan hidup di Banten, Romly Revolvere, mengatakan, keberadaan sampah tersebut membuat kondisi pantai semakin rusak.

”Tumpukan sampah itu sulit diolah. Kondisi ini sudah terjadi bertahun-tahun dan belum pernah ada solusi serta perhatian serius dari pemerintah setempat,” kata Romly.

Selain menyebabkan kerusakan pantai, lanjutnya, keberadaan sampah juga menyulitkan penggiat lingkungan melakukan upaya konservasi penanaman mangrove di lokasi itu.

”Beberapa kali kami melakukan penanaman mangrove di lokasi ini, tetapi hasilnya tidak pernah maksimal karena mangrove yang kami tanam mati tertimbun sampah,” ujar Romly.

Kolam lindi

Di Kota Tangerang, Pemerintah Kota Tangerang akan membangun kolam untuk menampung air lindi (cairan dari tumpukan sampah yang membusuk) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing, Neglasari.

Wali Kota Tangerang Wahidin Halim mengatakan, kolam lindi akan dibangun agar air lindi tidak meluas di lingkungan warga Kelurahan Kedaung Baru, Kedaung Wetan, dan Mekarsari, Kecamatan Neglasari. ”Kolam-kolam itu akan dibangun tahun ini,” katanya.

Wahidin mengaku, sejak awal, TPA Rawa Kucing sudah salah kelola. Sejak berdiri, pengelolaan sampah kurang memperhatikan teknologi. Pengolahan sampah dilakukan dengan cara open dumping (membuang sampah tanpa ada pengolahan lebih lanjut).

Open dumping sudah dilarang dan kami akan beralih mengelola sampah dengan pendekatan teknologi, yakni sanitary landfill (pengolahan sampah yang ramah lingkungan dan andal), dengan menghadirkan kolam-kolam untuk menampung air lindi,” kata Wahidin.

TPA Burangkeng

Hingga Jumat (15/3), krisis sampah di TPA Burangkeng, Setu, Kabupaten Bekasi, belum terselesaikan. Pemerintah Kabupaten Bekasi belum memenuhi tuntutan warga sehingga TPA itu masih tidak beroperasi. Tumpukan sampah di perumahan dan pasar tidak terangkut.

Lurah Burangkeng Nemin menilai, krisis sampah di TPA itu belum terselesaikan karena belum ada satu keputusan pun dari Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin yang menanggapi permintaan warga. Warga, antara lain, menuntut perbaikan jalan, layanan pendidikan, kesehatan, listrik, dan air bersih, serta kompensasi hidup di dekat TPA.

”Kalau enggak ada yang disetujui Bupati, kami akan terus menutup TPA Burangkeng,” katanya.

Kepala Dinas Kebersihan, Pertamanan, Pemakaman, dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati mengatakan, selama TPA ditutup, tidak ada pengangkutan sampah. Ia mengakui bahwa secara teknis belum menemukan jalan keluar dari pemblokadean TPA Burangkeng. ”Kami masih koordinasi,” katanya saat dikonfirmasi.

Komarudin Ibnu Mikam, Koordinator Koalisi Masyarakat Bekasi Bagian Utara, mengatakan, krisis di TPA Burangkeng mencerminkan sikap pemerintah yang tidak tegas. (PIN/BRO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com