Bandar Lampung, Kompas
Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Lampung Ahmad Junaidi Auly, Jumat (15/3), mengatakan, konflik yang telah merenggut setidaknya tiga nyawa itu harus diakhiri segera dengan perbaikan pola kerja sama kemitraan. Aparat juga harus aktif mengawal penanganan pascakonflik.
”Dalam konteks kemitraan, mestinya para pemangku kepentingan dalam posisi sejajar. Perusahaan, investor, tidak boleh merasa di atas angin dan semena- mena. Sebaliknya, salah juga jika plasma memilih anarkistis,” lanjutnya.
Ketua DPRD Lampung Marwan Cik Asan menyayangkan polemik yang terus berlanjut di tambak PT Central Pertiwi Bahari (CPB). Padahal, beberapa tahun sebelumnya, nyaris tidak ada gejolak di tambak udang yang dimiliki perusahaan produsen udang multinasional PT Central Proteinaprima Tbk itu.
”Sebaiknya, semua pihak belajar dari pengalaman pahit di Dipasena. Semua pihak rugi. Ribuan orang jadi penganggur, negara pun kehilangan potensi pemasukan. Cukup sudah itu jadi pengalaman buruk,” ujar Marwan.
Ia menekankan perlunya solusi yang saling menguntungkan para pihak. Solusi ini, antara lain, relokasi para petambak yang kontra-perusahaan, yaitu Forum Silaturahmi (Forsil) Petambak Bratasena ke tambak Dipasena (PT AWS), sehingga mereka bisa melakukan tebar mandiri.
Wakil Bupati Tulang Bawang Heri Wardoyo mengatakan, Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang pernah menawarkan relokasi ini kepada para anggota Forsil. Relokasi ini dianggap sebagai jalan keluar atas penolakan petambak Forsil mengenai budidaya parameter baru.
Pola budidaya dengan syarat ketat ini tengah digencarkan