Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sandi Korupsi Makin Tersembunyi

Kompas.com - 26/02/2013, 06:35 WIB
Amir Sodikin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com Semakin canggih dan tersembunyinya penggunaan bahasa dan simbol-simbol agama dalam komunikasi untuk praktik korupsi menunjukkan semakin kronisnya korupsi dalam kehidupan sosial sehari-hari. Perlu gerakan kolektif untuk menghentikan regenerasi komunikasi korupsi.

Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito, dan pengamat psikologi politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, di Jakarta, Senin (25/2/2013), sependapat, penggunaan sandi korupsi merupakan bukti para koruptor sadar korupsi seperti rutinitas harian. Sandi itu antara lain ”apel Malang” dan ”apel Washington” dalam perkara korupsi penggiringan anggaran yang melibatkan politisi Partai Demokrat, Angelina Sondakh. Sandi gagal dibuktikan di persidangan karena alat bukti minim.

”Ini tantangan penegak hukum agar memutakhirkan tren percakapan politik saat ini yang sudah dikemas rapi untuk melancarkan korupsi,” ujar Hamdi.

Dalam sidang perkara korupsi pengadaan laboratorium komputer dan penggandaan Al Quran yang dibiayai Kementerian Agama dengan terdakwa politisi Partai Golkar, Zulkarnaen Djabar dan Dendy Putra, kata-kata sandi yang digunakan antara lain ”santri” yang merujuk pada orang suruhan Zulkarnaen, yaitu Fahd el Fouz; ”pengajian” yang merujuk kegiatan proyek yang akan dimenangi; dan ”pesantren” yang merujuk pada Kemenag.

Hamdi menambahkan, dalam dugaan korupsi yang melibatkan mantan petinggi partai, juga beredar penggunaan sandi untuk menyamarkan korupsi.

Saling mengerti

Arie memaparkan, politisi saling mengerti setiap sandi yang digunakan. Bahkan, mereka juga dengan mudah mengerti sandi yang tak biasa digunakan. Mereka sama-sama tahu ketika di depan publik harus bicara soal hal-hal baik seperti moralitas. Sandi bahkan diturunkan di lingkungan partai.

Menurut Arie, harus ada gerakan kolektif untuk menolak sistem buruk yang saat ini berjalan. ”Banyak koruptor yang dikejar dan ditangkap, tapi hanya giliran terus, ada regenerasi,” ujarnya.

Kini, korupsi menjadi bahaya karena dianggap biasa, dan dimaklumi karena dilakukan banyak pihak. ”Lebih bahaya lagi jika publik terus-menerus dikondisikan untuk menerima praktik ini sebagai hal biasa,” kata Arie.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com