Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ujian Demokrat Baru Mulai

Kompas.com - 24/02/2013, 05:57 WIB

Jakarta, Kompas - Sebelum menanggalkan jas kebesarannya, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengungkapkan, ujian bagi Demokrat sebagai partai bersih, cerdas, dan santun baru dimulai. Status tersangka kasus korupsi dan pengunduran dirinya adalah awal, bukan akhir segalanya.

Di antara tiga pokok etika politik Demokrat, yaitu bersih, cerdas, dan santun, yang akan diuji itu, Anas menekankan soal kesantunan berpolitik di dalam partainya. ”Juga diuji apakah Demokrat akan menjadi partai yang santun atau partai yang sadis. Apakah yang terjadi kesantunan politik atau sadisme politik. Tentu ujian itu akan berjalan sesuai perkembangan waktu dan keadaan,” kata Anas perlahan, lantang, dan tenang saat jumpa pers di Kantor DPP Demokrat di Jakarta, Sabtu (23/2).

Jumpa pers digelar setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Anas sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek kompleks olahraga terpadu Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Anas datang ke Kantor DPP Demokrat didampingi sejumlah pendukung dari rumahnya di Duren Sawit, Jakarta Timur. Di antara mereka adalah Wakil Sekjen Demokrat Saan Mustopa dan Ketua Divisi Publik Demokrat Gede Pasek Suardika.

Sambil menuding-nuding, Anas menyatakan, penetapannya sebagai tersangka yang diikuti berhentinya dia sebagai Ketua Umum DPP Demokrat baru permulaan. ”Hari ini saya nyatakan, ini baru sebuah awal langkah-langkah besar. Hari ini saya nyatakan bahwa ini baru halaman pertama. Masih banyak halaman berikut yang akan kita buka dan baca bersama tentu untuk kebaikan kita bersama. Ini bukan tutup buku, tetapi pembukaan buku halaman pertama,” tutur Anas.

Anas menegaskan akan mengikuti proses hukum dan percaya bahwa, lewat proses hukum yang adil, obyektif, dan transparan, kebenaran dan keadilan bisa ditegakkan. ”Saya masih percaya negeri kita ini berdasarkan hukum dan keadilan, bukan berdasarkan prinsip kekuasaan,” katanya.

Soal pengunduran dirinya sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat setelah menjadi tersangka, Anas menyebutnya sesuai standar etik pribadinya.

Merunut ke belakang, Anas semula yakin tidak akan memiliki status hukum di KPK sebagai tersangka. Ia yakin KPK bekerja independen, mandiri, dan profesional. ”Saya yakin KPK tidak bisa ditekan opini dan hal-hal lain di luar opini, termasuk tekanan dari kekuatan-kekuatan sebesar apa pun,” tuturnya.

Namun, Anas mengaku baru mulai berpikir dirinya akan menjadi tersangka ketika ada desakan agar KPK segera memperjelas status hukum terhadap dirinya. ”Ketika saya dipersilakan untuk lebih fokus menghadapi masalah hukum di KPK, berarti saya sudah divonis punya status hukum, status hukum dimaksud adalah tersangka,” kata Anas.

Keyakinan beberapa petinggi Demokrat soal statusnya sebagai tersangka diikuti bocornya surat perintah penyidikan (sprindik) KPK diyakini Anas merupakan satu rangkaian utuh, terkait sangat erat, dan tidak bisa dipisahkan. Lebih jauh lagi, Anas mengungkap, apa yang dia alami kini terkait dengan Kongres Demokrat 2010 yang dia menangi. ”Intinya, kongres itu ibarat bayi yang lahir. Anas adalah bayi yang lahir tidak diharapkan,” katanya.

Soal alat bukti

Sementara itu, KPK menjamin tak ada intervensi dari mana pun soal penetapan status Anas sebagai tersangka. ”Kami meminta siapa pun yang sedang berurusan dengan lembaga penegak hukum, termasuk dengan KPK, untuk tidak menarik persoalan di luar proses penegakan hukum. Siapa pun harus menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan ditegakkan,” ujar Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Jakarta.

Menarik penegakan hukum ke ranah politik justru merugikan keinginan mewujudkan Indonesia yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. ”Hal ini akan merugikan kepentingan rakyat dan bangsa ini untuk mewujudkan tujuan reformasi agar penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN segera terwujud,” ucap Bambang yang menandatangani sprindik Anas.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, selama ada dua alat bukti yang dimiliki, KPK pasti akan menetapkan seseorang menjadi tersangka. Tak peduli dengan jabatan atau posisinya. Bahkan, apabila yang bersangkutan, menurut Johan, dekat dengan kekuasaan.

Johan mengakui, ketika KPK mengusut seorang pengurus partai, selalu muncul persepsi ada kepentingan politik. Johan menjamin, dalam sejarahnya KPK tak pernah bisa diintervensi. ”Menetapkan seseorang jadi tersangka itu bukan karena imbauan, melainkan karena dua alat bukti cukup,” ujarnya.

Peneliti Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari, mengaku yakin KPK tak mungkin dapat diintervensi. Sejauh ini, semua kasus korupsi yang melibatkan kader partai ditangani KPK dengan baik, tidak terkecuali partai penguasa. Feri menuding, tersangka yang menyatakan terzalimi jelas pembelaan diri semata. ”Dalam kasus-kasus korupsi politik, terdakwa di persidangan selalu tampil bak korban. Taktik itu lumrah untuk mengaburkan perspektif publik,” ujarnya.

Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, mengatakan, independensi KPK sampai detik ini masih terjaga. Tidak ada intervensi politik yang berhasil masuk. Terbukti, politisi yang dekat dengan kekuasaan pun diproses KPK. Hifdzil mengungkapkan, KPK menggunakan strategi hukum tersendiri yang terbukti mampu menjerat koruptor. ”Yang sekarang harus dilakukan KPK adalah fokus di penyidikan. Tidak perlu ’terlibat’ atau ’melibatkan diri’ di skema politik elite Demokrat,” ujarnya.

Aktivis Indonesia Corruption Watch, Febri Diansyah, mengatakan, pernyataan Anas yang masih membantah terlibat dalam kasus Hambalang menutup peluangnya menjadi justice collaborator (rekan keadilan) untuk mengungkap kasus ini seterang mungkin. Syarat menjadi rekan keadilan adalah mengakui kesalahan dan bersedia membongkar tuntas kejahatannya.

Terkait materi jumpa pers Anas, Ketua Majelis Tinggi Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menggelar rapat di kediamannya di Puri Cikeas Indah, Bogor, kemarin malam. Rapat membahas status Anas sebagai tersangka dan pengunduran dirinya. Rapat yang dimulai pukul 20.30 masih berlangsung hingga berita ini diturunkan. Semula, rapat direncanakan digelar Minggu. Karena dinamika yang terjadi, rapat digelar lebih awal.

(FER/BIL/DIK/K11)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com