JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengatakan, apa yang terjadi kepadanya saat ini bukan akhir dari segalanya. Sebaliknya, Anas menegaskan, situasi saat ini baru permulaan.
"Hari ini saya nyatakan ini baru permulaan. Ini baru awal dari langkah-langkah besar, ini baru halaman pertama. Masih banyak halaman berikutnya yang akan kita buka dan kita baca bersama untuk kebaikan kita bersama," kata Anas saat jumpa pers di Kantor DPP Partai Demokrat di Jakarta, Sabtu (23/2/2013).
Hal itu dikatakan Anas menyikapi anggapan atau ramalan dari pihak-pihak yang menyebut penetapan dirinya sebagai tersangka terkait dugaan korupsi proyek Hambalang merupakan akhir dari segalanya. Pernyataan Anas itu langsung disambut tepuk tangan puluhan kader Demokrat yang hadir.
Anas menambahkan, dalam kondisi apapun, dirinya akan tetap berkomitmen untuk memberikan hal yang berharga bagi masa depan politik di Indonesia. "Jadi ini bukan tutup buku. Ini pembukaan buku halaman pertama. Saya yakin halaman berikutnya akan makin bermakna bagi kepentingan kita bersama," kata Anas.
Kepada para wartawan, Anas mengatakan akan terus menjadi sahabat. Alasannya, kembali dia mengulang pernyataannya bahwa banyak buku yang akan dibaca bersama.
Anas tak menjelaskan apa lembaran buku yang akan dibaca ke depan. Hanya saja, mantan Ketua Umum PB HMI itu mengatakan, "Buku-buku itu jangan dipahami dalam perspektif yang ngeres. Tapi dalam positif dan konstruktif, dalam perspektif kebaikan yang lebih besar," kata Anas.
Seperti diberitakan, KPK menyangka Anas melanggar Pasal 12 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 12 UU Pemberantasan Tipikor antara lain menyebutkan, "Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliarâ??.
Huruf a dan b dalam Pasal 12 UU Pemberantasan Tipikor memuat ketentuan pidananya, yakni pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Nama Anas pertama kali disebut terlibat dalam kasus ini oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Dalam penyelidikan KPK terkait kasus Hambalang, Anas diduga diberi mobil mewah Toyota Harrier oleh Nazaruddin tahun 2009 . KPK telah memperoleh bukti berupa cek pembelian mobil mewah tersebut sejak pertengahan tahun lalu. Cek pembelian ini sempat tidak diketahui keberadaannya. Pascapenetapan tersangka itu, Anas menyatakan mundur sebagai Ketum Demokrat.
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Proyek Hambalang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.