Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sosok Asing Calon Perseorangan

Kompas.com - 12/02/2013, 08:52 WIB

Oleh: BESTIAN NAINGGOLAN

Terpuruknya pamor partai politik dan tingginya proporsi pemilih yang belum menentukan pilihan adalah dua kondisi yang potensial menguntungkan calon perseorangan dalam Pemilu Kepala Daerah Jawa Barat, Dikdik Mulyana-Cecep Nana. Sayang, kelebihan yang dimiliki itu kurang diimbangi oleh popularitas keduanya di mata pemilih.

Sebagai satu-satunya calon gubernur dan wakil gubernur Jabar yang berasal dari jalur perseorangan, berbagai belitan persoalan parpol yang terjadi belakangan ini idealnya menguak peluang bagi pasangan Dikdik Mulyana Arief Mansur dan Cecep Nana Suryana Toyib (Dikdik-Cecep) dalam menguasai pemilih. Bagaimana tidak, jika sebelumnya partai yang dikenal paling lantang menawarkan jargon bersih dari korupsi, kini justru berlumuran kasus korupsi. Dalam situasi seperti itu, wajar saja pemilih bertanya, apa lagi yang bisa dipercayai dari partai?

Semakin tingginya ketidakpercayaan publik terhadap partai dipercaya berefek pula pada kader atau calon yang diusung partai itu. Tudingan korupsi paling anyar yang membelit sosok pemimpin Partai Keadilan Sejahtera, misalnya, ditengarai sedikit banyak berimbas pada peluang kader partai itu yang siap bertarung dalam berbagai ajang kontestasi pilkada, termasuk Pilkada Jabar.

Begitu pun gonjang-ganjing internal Partai Demokrat. Kasus korupsi yang mendera petinggi partai hingga berdampak pada melorotnya kepercayaan publik terhadap partai ini, yang tergambar melalui sejumlah jajak pendapat, bisa jadi kini menjadi batu sandungan bagi pasangan calon gubernur-wakil gubernur yang didukungnya.

Di sisi lain, sebagai calon perseorangan yang tidak terkait dengan mesin parpol, manuver politik Dikdik-Cecep masih berpeluang. Sekalipun ajang pemungutan suara Pilkada Jabar kian dekat, tampaknya pergulatan pemilih dalam menentukan kandidat yang akan dipilih belum final. Dengan demikian, pintu hati pemilih terhadap calon yang bertarung masih terbuka lebar.

Sebagai gambaran, hasil survei Kompas menunjukkan, beberapa minggu menjelang pemungutan suara, masih teramat besar proporsi pemilih yang belum menentukan pilihan. Tidak kurang dari 45 persen responden yang masih belum menentukan pilihan. Proporsi itu tergolong amat besar, yang masih memungkinkan terjadinya perubahan pola dukungan terhadap setiap calon.

Bersandar pada dua kondisi itu, jelas peluang bagi pasangan Dikdik-Cecep masih terbuka. Namun, hanya bersandar pada kedua situasi eksternal yang dianggap potensial menguntungkan bagi pasangan ini jauh dari cukup. Bagaimanapun, sebagaimana yang terjadi dalam banyak ajang pilkada, berbagai faktor internal calon dominan diperlukan guna memalingkan hati pemilih. Modal kekuatan sosok, sumber daya, dan berbagai strategi yang dijalankan sangat dinantikan dari pasangan ini.

Persoalannya, dengan semua yang melekat pada pasangan Dikdik-Cecep dan berbagai manuver politik yang mereka jalankan, apakah pemilih memandang keduanya patut menjadi tautan pilihan politik mereka?

Kurang imbang

Bagi sebagian besar pemilih, masih terlalu jauh bagi mereka untuk menyandarkan pilihannya pada pasangan ini. Hasil survei menunjukkan kiprah Dikdik-Cecep belum menonjol di mata pemilih. Tingkat preferensi dan keterpilihan pemilih terhadap keduanya relatif rendah dan belum menjadi ancaman bagi calon lain, terutama calon yang bersaing di papan atas.

Jangankan menjadi bahan pertimbangan pilihan, pengenalan pemilih terhadap sosok ini pun masih menjadi pergulatan besar bagi keduanya. Sejauh ini, tidak kurang dari tiga perempat bagian responden pemilih mengaku tidak mengenal keduanya. Keterasingan di mata pemilih terkait dengan latar belakang keduanya, asal daerah, ataupun sikap politik yang mereka usung.

Jika ditelusuri, keterasingan sosok Dikdik-Cecep dirasakan pada sebagian besar kantong penyumbang suara di Jabar. Bahkan, di wilayah yang memang menjadi asal mereka, Bandung dan Cirebon, pun tidak tampak kilau keduanya.

Singkatnya, baik pemilih yang berdomisili di kawasan megapolitan Depok, Bekasi, Bogor, maupun Priangan, hingga kantong suara di jalur pantai utara Jabar, sejauh ini masih kurang mengenal kedua sosok ini. Di tengah keterasingan pada keduanya, tidak heran pula saat diminta menilai citra dari kedua sosok itu, sebanyak 79 persen responden mengaku tidak tahu. Selebihnya, 18 persen menjawab baik dan 3 persen buruk.

Becermin pada hasil survei, pertarungan perebutan suara seolah tidak lagi menjadi imbang. Jika calon lain kini beradu strategi dalam mendongkrak keterpilihan mereka, pasangan Dikdik-Cecep masih bergulat pada persoalan tingkat pengenalan mereka di mata pemilih.

Di tengah kondisi yang kurang menguntungkan semacam ini, hanya aksi jitu yang terbilang sangat spektakuler yang mampu memalingkan perhatian pemilih kepada keduanya. (Litbang Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com