Tak pernah terlintas dalam benak Puguh (47), perannya sebagai pembawa acara dalam suatu ”talk show” usaha kecil menengah atau UKM di salah satu radio lokal di Probolinggo tahun 2006 akan menjadi titik tolak keberhasilannya. Kini sebagian besar waktunya untuk mengurusi UKM.
Selama memandu dialog itu, ia menyerap informasi mengenai seluk-beluk dunia UKM. Ia menyimpulkan, UKM semacam ruang luas yang belum digarap serius. Ibarat orang sakit kepala tetapi diberi obat sakit perut, begitulah penanganan UKM.
”Selama ini banyak pelatihan dilakukan untuk menumbuhkan UKM. Semua difasilitasi, tetapi tak dikawal apakah UKM itu bisa bertahan dan berkembang? Apa mereka sekadar hidup atau bisa melahirkan UKM lain? UKM dibiarkan berjalan tanpa bimbingan selanjutnya,” ujarnya.
Berawal dari pemikiran itu, Puguh terjun ke dunia UKM. Sebelumnya
Seiring berjalannya waktu, ia tak ingin hanya memiliki usaha, tetapi juga membina UKM. Mimpinya adalah Indonesia yang dipenuhi para usahawan kecil yang tangguh, mandiri, dengan produk yang bisa bersaing di dunia.
Puguh lalu mengumpulkan peserta talk show UKM. Mereka bergabung menjadi kelompok usaha kecil. Nama UKM yang dikelola Puguh itu Le Ollena, berasal dari bahasa Madura dan berarti ’oleh-oleh’. Kelompok ini dibentuk 16 April 2006.
Kelompok UKM ini bersama-sama membuat beragam oleh-oleh khas Probolinggo berbahan baku ikan. Ini mengingat produk utama Probolinggo adalah ikan karena letaknya di pesisir pantai utara Jatim.
Saat itu Puguh membuat kerupuk ikan, abon ikan, dan ikan krispi. Modal awal mereka Rp 600.000. Semua anggota membuat produk yang hampir sama, namun milik Puguh unggul dalam kemasan. Dia lalu mulai mengajari anggota lain dalam jaringannya untuk tak sekadar membuat produk, tetapi juga memikirkan kemasan.
Usahanya itu mendapat perhatian Pemerintah Kota Probolinggo. Tahun 2007, Dinas Kelautan memberinya bantuan peralatan dan dinas-dinas lain pun mengajak berpameran untuk memasarkan produk UKM ini.