Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantari Bondar, Penjaga Sumber Air Warisan Leluhur

Kompas.com - 30/01/2013, 10:16 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

KOMPAS.com - Pagi di Kota Padang Sidimpuan. Sinar matahari yang masih datar menyapu punggung-punggung Bukit Barisan menjadi terlihat membiru seolah memagari kota ini. Sungguh, pemandangan yang memanjakan mata.

Namun kami tak bisa berlama-lama menikmati keindahan itu, sebab kami harus segera bergegas menyelesaikan tugas kami. Ditemani dua kawan dari Komunitas Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Muhammdiyah Tapanuli Selatan (KOMPEL UMTS) Odi dan Acan, serta Hendrawan Hasibuan, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi Rakyat (LKAR) Padang Sidimpuan, kami langsung beraktivitas pagi itu.

"Nanti kita melewati sungai, di situ saja kita istirahat dan kalian mandi. Sudah kesiangan kita ini," kata Hendra menjawab permintaan Odi dan Acan yang ingin mandi sebelum berangkat.

Berbekal dua botol air minum, roti dan kerupuk, kami pun memacu sepeda motor menuju Desa Haunatas di Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan. Kami melintasi Tor Simarsayang yang cantik, kebun salak warga yang sebentar lagi panen, Desa Padang Godang, Batu Layan, Poken Jior, Desa Joring Lombang, Desa Pintu Langit, Kecamatan Angkola Jae, dan banyak desa lain, yang hampir semuanya kami tempuh di jalur mendaki.

Jalan beraspal hitam menandakan desa yang akan kami datangi bukan lagi tempat terpencil dan sulit dijangkau, meskipun letaknya di Lembah Gunung Lubuk Raya --gunung tertinggi di kabupaten ini. Meski, beberapa bagian jalan memang masih ada yang rusak berat, berlubang dan belum di aspal, sampai-sampai saya harus turun dari boncengan motor karena licin dan berbatu.

Matahari pukul 10.00 WIB, sudah terasa sangat menyengat. Bersyukur, di kanan-kiri jalan adalah kebun dan hutan, sehingga udara dingin dan sejuk melindungi kami dari terik mentari. Saya sedikit heran saat melewati perkampungan yang sunyi, hanya terlihat beberapa anak-anak bermain di depan rumah, padahal hari ini adalah hari Minggu.

"Ini sunyi karena pada istirahat di rumah atau ke kebun?" tanya saya.
"Ke kebun semua, di sini hari libur adalah saat pekan. Di hari itu baru ramai karena dari penjuru kampung berkumpul di satu tempat yang namanya pekan atau poken untuk menjual hasil kebun, dan membeli barang atau kebutuhan untuk satu minggu ke depan. Pekan juga menjadi sarana silaturrahmi. Hari-hari pekan berbeda-beda di tiap daerah," jawab Hendra.

Hendra memang menjadi pemandu kami dalam perjalanan ini. Dan, kisahnya soal kearifan lokal suatu desa dalam menjaga sumber air yang unik medorong saya datang ke kampung kelahirannya ini.

Kami beristirahat sejenak di sungai dengan batu-batu besar, airnya tidak dalam dan deras. Gunung Lubuk Raya nampak jelas, begitu juga dengan Gunung Sibual-buali di sebelahnya. Kedua gunung tersebut seperti ibu bagi masyarakat Sidimpuan dan Tapsel, dengan status suaka dan cagar alam, menjadi hulu sungai terbesar sumber air dan kehidupan yaitu Batang Ayumi dan Batang Angkola.

Saat hampir tengah hari, kami tiba di rumah Kepala Desa Haunatas, satu dari sebelas desa di Kecamatan Marancar, Tapanuli Selatan. Oloan Tober Pasaribu, ayah dua putri menyambut kami dengan ramah. Kepala desa berumur muda yang sudah enam tahun memimpin 119 kepala keluarga ini merupakan generasi ketiga pembuka desa.

Oppung-nya (kakek) marga Pasaribu dari Desa Haunatas, Kecamatan Balige, Ibu Kota Kabupaten Toba Samosir, merantau lalu membuka Desa Haunatas di Marancar. Tak heran, marga yang mendominasi desa ini dan tiga desa lain yang memiliki kearifan lokal sama adalah Pasaribu. Oloan mengemban tugas memimpin desa setelah ayahnya wafat. "Padahal umur ku masih sangat muda, tapi masyarakat percaya sama ku," kata Oloan.

Sambil membuka cerita, Oloan menyuguhkan empat botol Aqua ditemani buah durian yang pulen dan 'lemak' berbiji kecil. "Baru jatuh, asli tanpa karbit. Sedang musim sekarang, tapi tak banyak," ucap Oloan.

Mantari Bondar
Kemudian berceritalah Oloan tentang desanya yang memiliki aturan adat warisan leluhur berusia seabad lebih dalam menjaga hutan dan sumber air.

"Namanya Mantari Bondar. Mantari atau menteri. Bondar artinya saluran atau aliran air. Mantari Bondar membawahi delapan Penjago Bondar, semuanya di pilih oleh masyarakat. Penjago Bondar tugasnya menjaga hutan dan mengawasi mata air dari kerusakan, serta mengurus aliran air agar tidak tersumbat. Sementara Mantari Bondar, lebih banyak mengurusi sengketa air yang di timbul dengan sanksi adat. Kesembilannya mendapat gaji dari hasil pertanian warga dengan jumlah tertentu. Semua ini sudah berlangsung selama ratusan tahun," papar Oloan.

Hutan Batang Toru menjadi daerah sumber tangkapan masyarakat Tapanuli, khususnya tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com