Ikan mati sejak Kamis pekan lalu dan mencapai puncaknya pada Rabu (16/1). Ribuan ikan mengapung dan mati karena kekurangan oksigen. ”Dua hari terakhir yang mati semakin banyak, sampai puluhan ton,” kata Anjas, bandar ikan tawar.
Pemilik keramba, Jeka, menjelaskan, dia merugi sampai Rp 150 juta lantaran sebagian besar ikannya mati. Dari 10 keramba yang berisi 25 ton ikan, sebanyak 85 persen mati. Dia terpaksa memanen sisa ikan yang masih hidup meski belum masanya.
Ikan-ikan itu hanya dapat dia jual dengan harga 80 persen lebih murah daripada harga normal. Ikan nila, yang biasa dia jual
Ikan yang hidup pun terpaksa dijual murah. Ikan jambal
Fenomena itu juga memukul usaha pakan ikan. Agus, penjual pakan, mengatakan, dalam sehari biasanya dia dapat menjual 400 karung (setara 20 ton) pakan ikan. Saat ini tokonya tutup.
Ketua Himpunan Pembudidaya Ikan (Hipni) Kolam Jaring Apung Waduk Jatiluhur Darwis memperkirakan, ikan yang terdampak upwelling mencapai 5.000 ton. Dengan asumsi harga jual ikan mas Rp 14.000 per kilogram, maka nilai kerugian mencapai puluhan miliar rupiah.
Darwis menguraikan, fenomena ini muncul karena air permukaan terdorong oleh embusan angin sehingga lapisan air di bawah naik ke permukaan. Lapisan air yang baru naik ini minim oksigen sehingga ikan mati.
Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purwakarta Heri Herawan menyebutkan, ada sekitar 300 ton ikan yang mati. Pembudidaya sudah diminta tidak menanam ikan pada musim hujan, seperti Desember- Maret. Bank pemberi kredit diminta membantu usaha yang terdampak.