Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perahu Karet Tak Muat, Warga Berdayakan Bak Air Bekas

Kompas.com - 14/01/2013, 09:14 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Sejak Desember 2012, Wali Kota Jakarta Selatan Anas Effendi sudah menyiagakan anak buahnya, terutama dari Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana serta Suku Dinas Sosial, untuk membantu warga menghadapi banjir. Selain perlengkapan dan bahan makanan untuk pengungsian korban banjir, perahu-perahu karet juga disiapkan sebagai peralatan vital untuk evakuasi warga.

Namun, ternyata perahu karet tak cukup efektif menembus kawasan banjir di Jakarta Selatan. Di Kampung Pulo, Pondok Labu, Cilandak, misalnya, ada beberapa lokasi yang begitu padat penduduk dan bangunan sehingga perahu karet selebar 1-1,5 meter tak mampu melewatinya.

”Perahu karet itu rawan kena paku atau seng-seng tajam. Sekali kena paku, nambal-nya susah dan tidak bisa di sembarang tempat. Warga saya banyak yang pakai bak penampung air bekas yang dari fiberglass itu,” kata Lurah Pondok Labu Safri Djani, Rabu (9/1).

Cerita Safri diakui oleh warga RT 14 RW 03, Pondok Labu. Lokasi RT 14 paling dekat dengan bantaran Kali Krukut dan termasuk paling rawan banjir di Pondok Labu. Di RT 14, permukiman cukup padat dan gang-gang antar-rumah sempit, lebarnya bisa kurang dari 1 meter.

”Perahu karet paling cuma bisa sampai di jalan depan. Susah masuk sampai ke dalam,” kata Ilyas, warga setempat.

Menghadapi kendala itu, warga tak kurang akal. Bak penampung air yang biasa nongkrong di atap rumah dalam kondisi mendesak bisa dialihfungsikan menjadi perahu. Tak tanggung-tanggung, bak penampung air itu bisa dibelah dan menjadi dua perahu pengevakuasi orang ataupun barang.

”Kalau rakit dari kayu atau bambu, air masih bisa masuk dan barang kita bisa basah. Kalau bak fiber bisa nyaman dipakai. Nabrak kayu runcing atau senggolan sama paku juga tahan,” ujar Ilyas.

Di Pondok Labu, ada 5 dari 10 RW yang tergolong rawan banjir. Berdasarkan data dari kelurahan setempat, lokasi yang berpotensi tergenang saat hujan lebat atau mendapat banjir kiriman dari kawasan hulu adalah RT 12 di RW 01, RT 01, 10, 11, 12, dan 14 di RW 03, RT 05, 06, dan 07 di RW 07, serta RT 01 dan 02 di RW 10.

Karakteristik kampung

Gang sempit dan rumah-rumah semipermanen ataupun tidak permanen yang padat menjadi ciri khas perkampungan kumuh di Jakarta, termasuk yang berada di bantaran sungai. Kampung-kampung seperti i ni butuh perlakuan khusus dalam menghadapi bencana karena teknologi yang biasa dipakai mungkin tak bisa digunakan. Salah satunya adalah soal penggunaan perahu karet untuk evakuasi warga yang kebanjiran.

Di Bidara Cina, Tebet, di tepi Ciliwung, pernah ada warga yang susah dievakuasi karena lokasi rumahnya tak bisa didekati dengan perahu karet.

”Waktu itu, banjir tahun 2007, ada tetangga saya yang sempat tertahan seharian menunggu di atap rumahnya karena petugas evakuasi kebingungan cari alat untuk ke rumahnya. Perahu karet tidak muat masuk. Padahal, banjir sudah 2 meter. Gara-gara itu, banyak warga di sini yang sekarang sedia rakit sendiri untuk jaga-jaga saat banjir saja,” kata Rahmat, warga Bidara Cina.

Sampai saat ini, terobosan pemerintah dalam mengatasi potensi bencana di kampung padat baru sebatas wacana menyediakan alat pemadam kebakaran mini yang bisa dipindah-pindahkan dan muat hilir mudik di gang-gang sempit.

Untuk masalah banjir, dilakukan proyek-proyek besar seperti normalisasi kali, penataan bantaran, sampai pembuatan waduk. Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto pada 26 Desember 2012 saat jumpa pers menyatakan baru pada tahun 2014 normalisasi aliran Ciliwung lama, pintu air Manggarai dan Karet, serta normalisasi Kali Pesanggrahan, Angke, dan Sunter ditargetkan selesai. Normalisasi kali-kali lainnya direncanakan selesai pada 2017.

Menghadapi banjir yang diperkirakan akan tetap terjadi tahun ini, seperti pada paparan Anas Effendi, 20 Desember 2012, peralatan yang tersedia di Jakarta Selatan adalah 12 unit pompa yang bisa dipindah, 2 unit perahu karet, 6.000 lembar karung pasir, 5 unit alat berat, 3 unit truk, 14 unit pikap, dan 17 unit HT.

Peralatan itu dari Pemerintah Kota Jakarta Selatan, tidak termasuk perlengkapan serupa dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan instansi lain terkait penanggulangan banjir di Jakarta, seperti Kementerian Pekerjaan Umum. Tentu tak lupa berbagai kelengkapan untuk kebutuhan pengungsi banjir, seperti tenda dan suplai makanan.

Namun, bagi warga bantaran seperti Ilyas dan Rahmat, peralatan yang tersedia mungkin sudah cukup banyak, tetapi belum sesuai kebutuhan di lapangan. Jangankan memikirkan menyediakan perahu mini yang aman untuk menembus gang-gang sempit, pelampung yang cukup vital untuk bertahan hidup di tengah kepungan air pun sepertinya tidak terlintas dalam pikiran pemangku kebijakan. (NELI TRIANA)

Berita terkait, baca :

BANJIR RENDAM JAKARTA

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com