Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dibutuhkan Standardisasi Peta Kebencanaan

Kompas.com - 11/01/2013, 02:46 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS - Sebagai kawasan rentan bencana tsunami, Indonesia butuh standardisasi peta kebencanaan nasional. Selama ini, data-data bencana tsunami minim sehingga operasional mitigasi bencana di lapangan belum maksimal.

Anggota Pengarah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang juga Guru Besar UGM Sudibyakto mengatakan, peta kebencanaan perlu distandardisasi, baik skala peta maupun operasional. ”Kebutuhan standardisasi peta kebencanaan tak sekadar peta kerawanan bencana, tetapi juga peta risiko bencana yang menyertakan potensi dampak tsunami terhadap manusia atau kawasan tertentu,” ujarnya, Kamis (10/1), di sela revisi masterplan tsunami di Kantor Pusat Studi Bencana UGM.

Dalam menyusun standardisasi peta kebencanaan tsunami, salah satu survei yang diperlukan adalah mendata tingkat kerentanan fisik bangunan di daerah pesisir. Tolok ukurnya adalah skenario terburuk tsunami akibat gempa bumi dengan intensitas lebih dari 9 skala Richter.

Demi meminimalisasi dampak tsunami, tata ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil perlu pedoman jelas. Kebijakan harus serempak di semua daerah.

Menurut Sudibyakto, antisipasi tsunami oleh pemerintah cenderung fokus pada pembangunan fisik dengan alokasi dana amat besar, Rp 16,7 triliun. ”Pembangunan tempat evakuasi sementara kurang efisien dan bisa ditunda. Sebaiknya, alihkan pada penguatan kelembagaan dan pemberdayaan masyarakat. Sebab, membangun kesadaran bencana pada masyarakat butuh waktu dan proses,” katanya.

Seluruh upaya antisipasi bencana tsunami yang disusun dalam masterplan tsunami ini, menurut dia, perlu payung hukum yang kuat, minimal keputusan presiden (keppres). Lewat keppres, semua jajaran kementerian ataupun lembaga negara berupaya memitigasi bencana secara terstruktur dan kompak.

Miskin kajian

Kepala Pusat Studi Bencana UGM Djati Mardiatno menilai, masterplan tsunami yang disusun pertengahan 2012 miskin kajian akademik dan ilmiah. Oleh karena itu, butuh penguatan-penguatan riset, studi, dan referensi untuk menyempurnakan.

”Kita mau membuat masterplan tsunami, tetapi kita sendiri belum mengetahui karakteristik tsunami di setiap daerah secara matang,” ujarnya. (ABK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com