Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sawit yang Melukai, tetapi Disukai

Kompas.com - 11/01/2013, 02:42 WIB

HARYO DAMARDONO dan DWI BAYU R

Kasarnya telapak tangan dan kekarnya lengan Mulyani Handoyo mengisahkan beratnya perjuangan hidup warga transmigran Biru Maju itu. Dari penjahit di Tangerang bertransformasi menjadi petani sawit. Itu pun tidak sepenuhnya sukses.

Tahun 1998 saya menemui kepala unit transmigrasi (KUT) Sampit. Setelah membayar Rp 800.000, saya mendapat tanah 2 hektar. Niat awal saya kerja tailor (penjahit) di daerah transmigrasi lalu bertani,” ujar Mulyani pada 22 Desember lalu saat ditemui di Desa Biru Maju, Kecamatan Telawang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

Mulyani urung menjadi penjahit karena para transmigran jarang menjahitkan baju. Bertani kelapa sawit—sesuai tren setempat—pun dilakoninya susah payah karena lahan usaha I seluas 0,5 hektar yang diterimanya berpasir, sedangkan lahan usaha II seluas 1 hektar ternyata milik penduduk asli.

”Sungguh gila. Akhirnya hanya pekarangan seluas 0,5 hektar yang layak ditanami. KUT menetapkan lokasi tanpa melihat lapangan,” tutur Mulyani.

Berulang kali Mulyani mengaku dikhianati pemerintah. Padahal, Mulyani kini Sekretaris Desa Biru Maju. Bagaimana pula nasib rakyat biasa?

”Di suratnya ditulis TUBun, artinya transmigrasi umum perkebunan. Namun, Bun-nya hilang. Akhirnya kami usaha sendiri. Dari awal juga mbabat alas sendiri, tidak dibantu pemerintah,” kata Mulyani. Pohon-pohon sawit rakyat merupakan saksi bisu perjuangan warga Biru Maju.

Tiba-tiba pada suatu malam buta tahun 2004, sebuah perusahaan kelapa sawit membuldoser lahan warga Biru Maju. Tanpa peringatan, juga tanpa ganti rugi. Dikawal aparat, lahan seluas 640 hektar diratakan, kemudian ditanami kelapa sawit.

Mulyani dan ratusan keluarga transmigran hanya mampu menahan geram. Lahan transmigrasi mereka dicaplok begitu saja. Mimpi menjadi petani, terutama petani komoditas sawit, sirna. Sekelompok orang seperti Mulyani bertahan hingga kini, tetap bertani di lahan lain, tetap tanpa hak yang jelas. Sementara puluhan keluarga lain kembali ke Jawa dan Sumatera.

Kisah sukses

Kondisi Riau lebih baik. Sekitar 940.000 warga dari 5 juta penduduk Riau menggantungkan hidup pada kelapa sawit. Sukacita merebak saat harga tandan buah segar tinggi. Toko mobil di Riau selalu kebanjiran permintaan mobil baru. Mobil sport utility vehicle atau yang berkabin ganda ditemui hingga pedalaman.

Sebuah desa eks transmigrasi di Desa Pematang Tinggi, Kecamatan Krukut, Kabupaten Pelalawan, Riau, contohnya, nyaris tidak berbeda dengan perkotaan. Ada deretan rumah warga yang bagus dan permanen, bahkan tak sedikit warga punya gedung bertingkat.

Koperasi Unit Desa (KUD) Amanah adalah gambaran betapa sawit menyejahterakan. Setiap petani sawit yang menjadi anggota seperti pekerja kantoran. Setiap bulan mereka mengambil gaji di KUD yang menjadi unit plasma anak perusahaan PT Asian Agri.

KUD Amanah adalah salah satu koperasi terbaik di Riau yang sering dikunjungi warga dari seantero Riau, bahkan dari luar daerah, seperti Kalimantan, Jambi, dan Sumatera Selatan.

Ukuran keberhasilan itu antara lain meningkatnya penghasilan anggota per bulan, rumah gedung para anggota, mobil bagus, naik haji, atau menyekolahkan anak hingga sarjana dan bersekolah di luar negeri.

Sawit memang primadona bagi sebagian besar warga Riau. Bukan hanya petani kecil, hampir seluruh pejabat di Tanah Melayu itu memiliki kebun sawit. Kunjungan akhir pekan ke kebun kelapa sawit menjadi salah satu acara wajib mereka. Bahkan, salah satu ukuran keberhasilan ditentukan oleh luasnya kebun sawit yang mereka miliki.

Aziz Purba (53), warga Desa Banjaran Godang, Kecamatan Kotarih, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, juga membuktikan kesuksesannya. Dari sekadar petani, kini dia memiliki gudang kelapa sawit berkapasitas 100 ton.

Perkenalan Aziz dengan kelapa sawit dimulai tahun 1987 saat bekerja di perkebunan milik pengusaha Tionghoa. Sepuluh tahun kemudian, dia membeli 2 hektar lahan kelapa sawit dengan sistem plasma.

Hasilnya, ia memanen 3-4 ton per bulan, di atas rata-rata 1,5 ton per hektar per bulan. Kuncinya, Aziz memberikan pupuk 2 kilogram per tahun. Dia berprinsip, jika pupuk melimpah, hasil panen bertambah.

Dari Kabupaten Sanggau, salah satu sentra kelapa sawit tertua di Kalimantan Barat, menjadi petani plasma PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII merupakan jalan menuju masa depan yang lebih baik. Tahun 2000, 88 petani di Sanjan Emberas, Desa Pandan Sebuat, Kecamatan Tayan Hulu, Kabupaten Sanggau, Kalbar, memutuskan bergabung dengan PTPN XII.

Ketua KUD Harapan Tani Makmur Sanjan Emberas Marsianus Polin menjelaskan, setelah empat tahun, mereka mendapat kapling sesuai luas lahan yang diserahkan. Untuk 7 hektar lahan yang diserahkan, petani mendapat satu kapling kebun kelapa sawit seluas 1,4 hektar. Sejak bergabung dengan perusahaan, selama empat tahun mereka menjadi buruh dengan penghasilan tetap.

Konsep plasma atau perkebunan inti rakyat sejatinya merupakan simbiosis mutualisme. Apabila dikerjakan dengan bertanggung jawab, dapat pula meminimalkan konflik. Tak heran jika Pemprov Kalteng melalui Perda Nomor 5 Tahun 2011 seolah mendesak kemitraan.

Jika ketentuan soal plasma dipatuhi, minimal 20 persen dari luas perkebunan milik perusahaan harus dialokasikan untuk plasma. Artinya, akan ada 155.200 hektar lahan di Kalteng yang pengelolaannya bermitra dengan warga sekitar. Kini realisasi baru 10 persen atau 77.600 hektar.

Menurut Kepala Dinas Perkebunan Kalimantan Tengah Rawing Rambang, perusahaan yang mengajukan izin membangun perkebunan diwajibkan menerapkan ketentuan itu. ”Sebenarnya tidak harus plasma. Perusahaan, misalnya, bisa bermitra dengan menggunakan angkutan masyarakat,” tuturnya.

Sawit dapat lebih bermanfaat bagi semua andai industri hilirnya diperbanyak. Malaysia, misalnya, telah menciptakan 100 produk turunan minyak kelapa sawit mentah, sementara Indonesia baru 47 produk. Padahal, ketika industri terbangun, minimal tercipta lapangan pekerjaan untuk rakyat tanpa lahan. (A HANDOKO/SYAHNAN RANGKUTI/MOHAMMAD HILMI FAIQ)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com