Demikian hasil penelitian Balai Besar Penelitian Veteriner pada Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) yang disampaikan, Rabu (2/1), di Jakarta.
Menurut peneliti Balai Besar Penelitian Veteriner pada Balitbang Pertanian Kementan, Indi Damayanti, hasil uji patogenisitas virus H5N1 yang bersirkulasi di Indonesia yang dilakukan di laboratorium Animal Biosafety Level 3 (ABSL3) Moduler milik BB Balivet terhadap virus flu burung subkelompok 2.1.3 dan 2.3.2 menunjukkan patogenitas yang tinggi pada itik dan menimbulkan kematian pada rentang 2-7 hari setelah terinfeksi.
”Kesimpulannya, kedua virus flu burung subclade 2.1.3 dan 2.3.2 mempunyai tingkat keganasan yang sama pada itik,” katanya. Meski demikian, kematian pada itik yang terjadi akhir-akhir ini belum tentu semua disebabkan virus subkelompok 2.3.2, tetapi dapat juga disebabkan virus subkelompok 2.1.3.
Karena itu, diperlukan diagnosis yang mendalam dan akurat, tidak hanya berdasarkan gejala klinis di lapangan. Yang penting harus diwaspadai, virus flu burung H5N1 di Indonesia masih terus bersirkulasi dan menyebabkan kematian yang tinggi pada unggas dan tetap menjadi ancaman bagi manusia.
Sekalipun memiliki tingkat keganasan yang sama dengan subkelompok 2.1.3, virus flu burung subkelompok 2.3.2 menyerang itik yang habitat hidupnya di air. Kondisi ini harus diwaspadai mengingat sifat air yang mengalir ke beragam tempat.
Begitu pula karena sifatnya yang zoonosis. Selain berpotensi menyerang unggas lain, termasuk ayam, juga dapat menyerang manusia. Penularan melalui air dimungkinkan asal ada kontak virus dengan mukosa.
Meski demikian, sejumlah faktor memengaruhi tingkat penularan, baik tingkat konsentrasi virus dalam air, mudahnya virus tersebut mati terkena sabun atau detergen, dan daya tahan tubuh manusia.
Pengambilan sebanyak 500 sampel di empat pasar tradisional di Jawa Timur menunjukkan bahwa virus flu burung subkelompok 2.3.2 tidak hanya menginfeksi itik, tetapi juga ditemukan di sektor publik/pasar. Hal ini berarti virus berisiko menyebar ke unggas lain dan menular ke manusia. Selain virus subkelompok 2.3.2, virus flu burung lain yang masih bersirkulasi di Indonesia adalah kelompok 2.1 dengan subkelompok 2.1.1; 2.1.2; dan 2.1.3.
Dengan demikian, di Indonesia saat ini terdapat dua virus flu burung ganas yang menyerang unggas, ayam dan itik, dan berpotensi ke manusia, yaitu subkelompok 2.1.3 dan 2.3.2. ”Kalau sampai industri peternakan komersial juga kena, dampaknya luar biasa,” katanya.
Kepala Balitbang Pertanian Kementan Haryono menyatakan, pemerintah telah meningkatkan anggaran penanggulangan virus flu burung tahun ini jadi Rp 800 juta, dari semula Rp 500 juta.
Haryono berharap penanganan masalah flu burung di Indonesia harus berbasis pada riset sehingga penanganannya akan efektif.
Menurut Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Kementan Bess Tiesnamurti, tidak perlu ada penanganan khusus bagi itik atau ayam yang terserang virus flu burung subkelompok 2.3.2.
Penanganan kasus ini sama dengan kasus flu burung sebelumnya, yaitu dengan delapan strategi pengendalian, antara lain biosekuriti, vaksinasi, pengawasan lalu lintas, restrukturisasi perunggasan, kewaspadaan publik, dan peraturan perundangan.
Di Denpasar, Bali, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng Gede Dharmaja mengatakan, peternakan itik di Dusun Kuwum, Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, diisolasi untuk mencegah meluasnya penularan virus flu burung yang telah mematikan lebih dari 2.000 itik di Dusun Kuwum.
Menyusul kematian 2.000 lebih itik akibat flu burung itu, lebih dari 1.000 itik dimusnahkan untuk memutus penularan virus flu burung.