Semarang, Kompas -
”Vonis pengadilan atas terdakwa korupsi yang begitu ringan menunjukkan hakim kurang berani membuat putusan,” kata Koordinator Divisi Monitoring Aparat Hukum Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Jawa Tengah Eko Haryanto ketika memaparkan catatan kasus korupsi sepanjang Januari-November 2012 terkait Hari Antikorupsi di Semarang, Jawa Tengah, Senin (10/12).
Sepanjang Januari-November 2012 di Jawa Tengah terdapat 120 perkara tindak korupsi, dengan jumlah terdakwa sekitar 112 orang. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2011 yang hanya 111 perkara.
Dari persidangan terhadap 112 kasus itu, 7 terdakwa divonis penjara di bawah 1 tahun, hanya 2 orang divonis penjara 5 tahun hingga 10 tahun, 1 orang yang divonis penjara 10 tahun ke atas, serta 6 orang divonis bebas.
Para pelaku korupsi terdiri dari 23 pegawai negeri, 33 pegawai swasta, 3 kepala daerah (bupati, wali kota), 19 anggota DPRD (provinsi dan kabupaten/kota), 19 pejabat direktur, karyawan, dan pegawai BUMN/BUMD, dan 15 kepala desa/perangkat desa.
Eko Haryanto mengemukakan, putusan yang ringan oleh hakim tipikor menyakiti masyarakat. Tindak korupsi merupakan kejahatan luar biasa, tetapi putusan hakim kurang mencerminkan harapan masyarakat terhadap hukuman pelaku kejahatan luar biasa.
Wakil Ketua Pengadilan Tipikor Semarang Ifa Sudewi menyatakan, sudah jadi napas hakim turut memberantas korupsi. Namun, hakim bukan algojo hukum yang hanya menuruti kehendak masyarakat dengan mengabaikan fakta dan substansi persidangan. ”Putusan hakim sudah mempertimbangkan fakta yang terungkap di persidangan. Para terdakwa korupsi ada yang jahat, tetapi ada juga karena menjadi korban sistem,” ujarnya.