Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panwaslu: Pelanggaran Putaran Kedua Tak Pengaruhi Hasil

Kompas.com - 25/09/2012, 12:47 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Selama putaran kedua Pemilu Kepala Daerah DKI Jakarta, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) DKI menerima 28 laporan.

Laporan-laporan itu diperoleh dari 801 petugas di lapangan ataupun laporan masyarakat dan beberapa lembaga pemantau survei.

"Terdapat 50 laporan ke Panwaslu sejak putaran pertama, baik dari temuan indikasi pelanggaran, laporan tim sukses, maupun dari masyarakat. Untuk putaran kedua ini, ada 28 kasus," kata Ketua Panwaslu DKI Jakarta Ramdansyah di kantor Panwaslu DKI, Jakarta, Selasa, (25/9/2012).

Dari berbagai laporan itu, Ramdansyah mengatakan, tidak melihat adanya pelanggaran yang dapat mengubah hasil penghitungan cepat berbagai lembaga survei yang menempatkan pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama sebagai pemenang.

Pasalnya, untuk dapat mengubah hasil pilkada hanya bisa dilakukan melalui gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Digugat ke MK itu apabila diduga pelanggaran yang terjadi itu sistematis, terstruktur, dan masif. Pintu masuknya, jika daftar pemilih tetap (DPT) berantakan, adanya politik uang, dan birokrasi yang tidak netral," katanya.

Sementara itu, menurut Ramdansyah, gugatan sengketa pilkada ke MK biasanya dilakukan jika penyelenggara pemilu dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta dan Panwaslu tidak menindaklanjuti berbagai laporan yang terjadi.

Menurut dia, selama ini pihaknya terus berupaya menindaklanjuti laporan yang ada.

"Untuk laporan kekisruhan DPT, Panwaslu telah memberikan rekomendasi yang membuat 34.000 warga yang tidak terdaftar sebelumnya dapat memilih di putaran kedua," kata Ramdansyah.

Sementara itu, untuk birokrasi yang tidak netral, Panwaslu sudah memberi rekomendasi ke KPU DKI agar memberhentikan beberapa petugas yang diduga tidak netral dan memanggil unit atau lembaga yang diduga tidak netral.

"Untuk laporan politik uang, kita harus hati-hati karena berkaitan dengan elektabilitas pasangan calon. Dapat merugikan salah satu dan kampanye gratis bagi yang lain," ujarnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com