Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lokon Meletus Lagi

Kompas.com - 22/09/2012, 02:49 WIB

Manado, Kompas - Aktivitas vulkanik Gunung Lokon, Sulawesi Utara, terus berlanjut. Sepanjang Jumat (21/9), gunung yang terletak di Kota Tomohon itu meletus empat kali, sejak pagi hingga petang. Letusan itu membuat petugas Badan Penanggulangan Bencana kalang kabut.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Hoyke Makarawung mengatakan, perut Gunung Lokon seperti tidak berhenti memuntahkan material. Padahal Rabu lalu, gunung ini meletus dahsyat, menggetarkan rumah warga dalam radius 5 kilometer.

Pihaknya telah membagikan 20.000 masker ke pemerintah Kota Tomohon untuk dipakai masyarakat. ”Ketika petugas kembali ke kantor pada siang hari mengantisipasi letusan pertama pukul 10.18, Lokon malah meletus pada petang hari,” katanya.

Akan tetapi, intensitas erupsi Lokon petang hari menurun, hanya mengeluarkan asap membentuk cendawan raksasa. Cendawan raksasa itu tampak indah ketika bergerak ditiup angin dari mulut Kawah Tompaluan melewati langit Manado menuju arah Timur Minahasa, yakni wilayah Kembes dan Kamangta.

Keterangan yang diperoleh dari Pos Pengamat Gunung Api Lokon dan Mahawu menyebutkan, erupsi Lokon terjadi pukul 10.18 dan 10.24. Kemudian kembali memuntahkan material pukul 17.18 dan 17.45.

Hoyke menyebutkan letusan Lokon pukul 10.18 memuntahkan material debu dan asap hitam setinggi 2.500 meter dari Kawah Tompaluan.

Farid Ruskanda, petugas pengamat Gunung Lokon, mengatakan, aktivitas vulkanik Gunung Lokon masih berbahaya untuk masyarakat yang tinggal di kaki gunung. Karena itu, mereka memberi batas radius 2.500 meter bagi warga untuk tidak beraktivitas.

Selama ini, kaki Gunung Lokon menjadi tumpuan hidup masyarakat Kinilow dan Kakaskasen untuk berkebun sayur dan bunga. Sebagian masyarakat yang juga berusaha di bidang galian C memanfaatkan batu untuk dijual. Material batu cukup banyak tersebar di kaki Gunung Lokon berasal dari kaki gunung.

Warga sendiri menganggap biasa letusan-letusan Lokon. Malah banyak dari mereka menonton letusan itu dari jarak dekat. Sampai kemarin belum ada warga yang mengungsi. ”Kami melihat perkembangan saja. Untuk sementara tak perlu pengungsi,” kata Alvi Mandagi (38), warga Kakaskasen.

Tangkubanparahu

Status Gunung Tangkubanparahu di perbatasan Kabupaten Bandung Barat dan Subang, Jawa Barat, diturunkan dari Waspada menjadi Normal oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Jumat (21/9). Ini menyusul konsentrasi gas sulfur dioksida di bawah ambang normal serta penurunan aktivitas kegempaan.

Penurunan status berlaku pada Jumat pukul 17.00 setelah melihat beberapa parameter, seperti pengamatan visual, aktivitas kegempaan, deformasi, hingga pengamatan geokimia seperti suhu asap sulfatara, suhu dan tingkat keasaman air, gas ambien, hingga analisis air kawah. Semua parameter yang diperiksa menunjukkan tren membaik.

”Kami harus memastikan bahwa penurunan ini konsisten dalam beberapa hari terakhir,” ujar Kepala Bidang Pengamatan dan Pengawasan Gunung Api PVMBG Hendrasto, Jumat (21/9).

Beberapa parameter yang menunjukkan perbaikan, seperti konsentrasi gas sulfur dioksida yang kini di bawah 2 par per million atau batas yang dapat membahayakan kesehatan. Lalu suhu sulfatara yang sempat mencapai 286 derajat celsius pada 11 September kini turun menjadi 100,6 derajat celsius. Begitu pula dengan aktivitas kegempaan yang menunjukkan penurunan jumlah gempa dari 42 kali gempa vulkanik dangkal pada 7-13 September menjadi 27 kali pada periode 14-20 September.

Direktur Utama PT Graha Rani Putra Persada, Putra Kaban, menyatakan, siap membuka kembali wisata alam Tangkubanparahu. (ZAL/ELD)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com