Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: 84 Hakim Tipikor Dinilai Bermasalah

Kompas.com - 28/08/2012, 22:55 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA. KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat keberadaan 84 hakim tipikor di 14 Pengadilan Tipikor (tingkat provinsi) yang mayoritas dinilai bermasalah. Para hakim tersebut bermasalah terutama menyangkut aspek integritas, kualitas, dan administratif. "Dalam beberapa bulan kami telah melakukan tracking terhadap hakim tipikor, kerja sama dengan mitra daerah. Dari catatan yang telah dirangkum, kami (ICW) mendapatkan ada sejumlah persoalan yang terjadi di 14 Pengadilan Tipikor daerah menyangkut integritas, kualitas, dan administratif hakim tipikor," kata Wakil Koordinator ICW Emerson Juntho di Komisi Yudisial (KY), Jakarta, Selasa (28/8/2012).

Emerson menguraikan, dari aspek persoalan administratif, mayoritas para hakim tipikor belum menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). Demikian pula dengan hakim ad hoc. Dia menjelaskan masih adanya hakim ad hoc yang berhubungan kental dengan partai politik karena kedudukannya sebagai bekas anggota DPRD.

Selain itu, turut ditemukan juga ketidakjujuran, khususnya yang dilakukan salah satu hakim ad hoc ketika menyampaikan data kepada Mahkamah Agung (MA). Dari aspek kualitas, terangnya, ditemukan adanya ketidakcermatan hakim tipikor dalam mempelajari perkara. "Kalau hakim tidak berkualitas mudah kita lihat, kalau hakim yang tidak berintegritas putusannya juga tidak wajar. Indikasinya, hakim pasif di persidangan, tetapi aktif di luar persidangan, memang beda tipis antara faktor kualitas dan integritas," ujarnya.

Sementara mengenai aspek integritas, lanjut Emerson, ada beberapa hakim tipikor yang patut diduga melanggar kode etik hakim dan pernah dilaporkan ke KY dan Mahkamah Agung (MA). Misalnya, ada seorang hakim yang sudah didemosi ke daerah terpencil, ada temuan hakim tipikor yang masih membuka praktik kepengacaraan, ada hakim karier yang bertemu pihak berperkara/pengacara, dan ada hakim karier masih menangani perkara nonkorupsi.

"Ini membuka peluang adanya indikasi mafia peradilan yang menggurita masuk ke Pengadilan Tipikor daerah di mana hakim masih menemui pengacara, kongkalikong untuk membebaskan koruptor atau menjatuhkan vonis ringan," bebernya.

Donald Faridz, staf divisi hukum dan monitoring peradilan ICW, menambahkan, 84 orang hakim tipikor baik karier maupun ad hoc tersebut berasal dari 14 kota, di antaranya Pengadilan Tipikor Jambi, Bengkulu, Semarang, Manado, Padang, Mataram, Kendari, Surabaya, Serang, Medan, Makassar, dan Yogyakarta.

ICW, terangnya, juga sedang dan akan menyelesaikan riset terhadap evaluasi hakim tipikor. Dari hasil riset itu, setidaknya ada sekitar 71 terdakwa kasus korupsi yang terdakwanya divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor. Hal ini juga terkait dengan kompetensi, independensi, dan kemampuan hakim tipikor itu sendiri.

ICW juga melakukan eksaminasi putusan kasus korupsi 10 Pengadilan Tipikor. "Hasil proses rekam jejak itu sudah kita serahkan ke KY, ada indikasi suap dan pelanggaran kode etik. KY sudah merespons dan akan mempelajari serius laporan penyalahgunaan wewenang itu," tambah Donald.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com