Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PBNU Melarang Ideologi Selain Pancasila

Kompas.com - 15/08/2012, 22:36 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bersama sejumlah organisasi masyarakat Pancasilais melarang keberadaan ideologi lain sebagai pandangan hidup dan dasar negara selain Pancasila. Terlebih lagi ideologi yang berbau kiri seperti komunisme ataupun sosialisme wajib dilarang keberadaannya di Indonesia.

"Di Indonesia tidak boleh ada ideologi selain Pancasila. Kita harus mewaspadai kebangkitan PKI. Komunisme ataupun sosialisme harus dilarang," ujar As'ad Said Ali, wakil Sekjen PBNU dalam acara deklarasi "Mewaspadai Kebangkitan PKI" di kantor pusat PBNU, Jakarta, Rabu (15/8/2012).

As'ad menegaskan, pemberontakan PKI baik tahun 1948 maupun 1965 telah memakan banyak korban jiwa. PKI, lanjutnya, sangat pandai melakukan penyusupan ke lapisan masyarakat terutama petani dan buruh atau rakyat berpenghasilan kecil.

Wacana permintaan maaf Presiden kepada korban tragedi kemanusiaan 1965, lanjutnya, jelas mengindikasikan adanya upaya merestui kebangkitan PKI. As'ad menuding penyidikan Komnas HAM atas peristiwa 1965 merupakan manuver politik secara sistematis yang bertujuan menghidupkan PKI.

"Kalau mengacu pada Tap MPRS tahun 1966 merupakan konsensus bangsa dalam membentengi Pancasila dari ancaman atheisme dan komunisme," tegasnya.

Pendapat serupa diungkapkan Pontjo Sutowo dari FKPPI yang mengungkapkan PKI dan komunis melakukan tindakan yang melanggar Pancasila. Setiap tindakan PKI, menurutnya, bersifat inkonstitusional.

PKI, menurut Pontjo, melanggar dari kebebasan yang diberikan rakyat Indonesia kepadanya. "PKI selalu ingin memberontak kepada kita. Tindakan mereka tidak sesuai dengan konstitusi. Seluruh bangsa Indonesia harus waspada terhadap bangkitnya komunisme dan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila," ungkapnya.

Mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, pernah mengungkapkan agar TAP MPRS no XXV tahun 1966 tentang pelarangan Komunisme, Marxisme dan Leninisme sebaiknya dicabut. Selain itu, Gus Dur mengungkapkan permintaan maaf kepada korban tragedi 1965 karena dirinya tidak dapat menampik bahwa NU dengan Anshor turut bertanggung jawab atas terbunuhnya masyarakat yang dituduhkan PKI tanpa melalui proses pengadilan. Di luar itu, para pelaku, menurut pandangan Gus Dur, harus diseret ke pengadilan agar keadilan ditegakkan.

Menanggapi pernyataan Gus Dur beberapa tahun lampau tersebut, As'ad Said Ali mengungkapkan bahwa hal itu hanyalah pendapat politik belaka. "Kalau Gus Dur masih hidup dia akan setuju dengan kami. Pernyataan Gus Dur mengenai pencabutan Tap MPR itu hanya masalah politik saja. Saya lebih tahu apa yang ada di dalam pikiran Gus Dur dibandingkan kalian (wartawan)," seloroh As'ad Said Ali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Nasional
PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

Nasional
PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

Nasional
Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Nasional
Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Nasional
Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Nasional
Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Nasional
Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Nasional
TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

Nasional
Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Nasional
Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Nasional
Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

Nasional
Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Nasional
Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com