Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PBNU Tolak Permintaan Maaf kepada Korban Tragedi 65

Kompas.com - 15/08/2012, 20:24 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) dengan didukung kalangan purnawirawan TNI Angkatan Darat dan ormas menolak keras segala bentuk permintaan maaf dari pemerintah/Presiden Republik Indonesia terhadap korban tragedi 1965-1966. Pasalnya, cabang NU Jawa Timur dan Jawa Tengah mengirimkan surat kepada PBNU menolak keras permintaan maaf kepada korban tragedi 1965.

"Kami (PBNU) menolak permintaan maaf SBY kepada korban tragedi 65. Menurut kami, yang harus didorong adalah rekonsiliasi bukan meminta maaf," ujar As'ad Said Ali, Wakil Sekjen PBNU dalam deklarasi "Mewaspadai Kebangkitan PKI" di kantor pusat PBNU Salemba, Jakarta, Rabu (15/8/2012).

Ali mengungkapkan, sebagai bangsa lebih baik jika persitiwa tragedi kemanusiaan 1965 dilupakan. Mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, lanjutnya, sudah memberikan tempat untuk memulihkan hak keturunan PKI sehingga permintaan maaf pemerintah pada korban tragedi 1965-1966 dipandang tidak perlu.

Selain itu, menurut As'ad Said Ali, pengadilan ad hoc justru akan menambah persoalan karena permasalahan yang menyangkut tragedi 1965-1966 lebih bernuansa politik daripada kemanusiaan. "NU tidak mendorong ke pengadilan karena tidak ingin mengungkit masalah yang lalu-lalu. Orang kita, kiai dibunuh PKI, kita juga tidak menuntut," tambahnya.

As'ad Sail Ali mengungkapkan, NU melupakan tragedi 1965 sebagai bentuk bahwa NU berjiwa besar. NU tidak mengungkit masalah pembunuhan oleh PKI di tahun 1948 di Madiun karena melupakan dan memberikan maaf agar pembagunan karakter bangsa ke depan menjadi lebih baik.

"Kami bersikap sebagai bentuk dari berjiwa besar karena kami memegang saham di republik ini. Kami yang mendirkan republik ini. Kalau permintaan maaf dilakukan maka bangsa ini akan terus berantem," tegasnya.

Hal senada turut diungkapkan Suryadi, Ketua PPAD (Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat), yang menjelaskan Komnas HAM saat merekomendasikan Presiden harus meminta maaf pada korban 65 telah mengobarkan permusuhan baru di kalangan masyarakat Indonesia.

PPAD, lanjut Suryadi, menentang sikap Komnas HAM tersebut. Komnas HAM tidak selayaknya mendesak pemerintah untuk meminta maaf pada korban 1965 karena yang bertanggung jawab adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). "PKI itu pelaku kudeta. Buktinya sudah banyak. Tidak selayaknya pemerintah untuk meminta maaf. Komnas HAM belum berbuat adil," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com