Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alunan Dawai Biola Ukir dari Lereng Muria

Kompas.com - 02/07/2012, 03:22 WIB

Alunan dawai biola terdengar lembut di lereng Pegunungan Muria, Desa Japan, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Senin (25/6) siang. Nada demi nada terlantun menganyam tembang ”Iwak Peyek” ditimpali suara burung dan jangkrik.

Tak jarang alunan itu berpacu dengan bunyi berisik gergaji papan kayu dan sentuhan pahat dengan kayu. Namun, alunan biola lereng Muria itu tak kalah merdu dengan biola-biola Eropa dan Korea.

”Biola kami Indonesia banget. Bahan bakunya lokal dan pada sejumlah bagian biola ada ukirannya,” kata Ngatmin (35), perajin biola Desa Japan.

Hampir dua tahun ini, Ngatmin dan lima perajin lain membuat biola. Mereka belajar membuat biola dari perajin biola Madani Corp, Bogor, Jawa Barat.

Mereka memilih membuka cabang di lereng Pegunungan Muria atau sekitar 35 kilometer dari Kota Kudus. Meskipun begitu, dalam sebulan mereka mampu memasok 20-25 biola ke Bandung, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Alasannya sederhana. Di Kudus, bahan baku kayu, yaitu kayu mangga bacang dan sonokeling, mudah diperoleh. Kayu-kayu itu berasal dari Jepara, sentra industri mebel dan ukir di Jawa Tengah. Selisih harga kayu di Jawa Barat dengan Jawa Tengah juga cukup menghemat modal, sekitar Rp 200.000 per meter kubik.

Ngatmin dan perajin biola Desa Japan berkomitmen mengembangkan seni ukir Kudus dan Jepara melalui media biola. Selain untuk meningkatkan daya saing dengan biola impor China, upaya itu juga sebagai bentuk pelestarian seni ukir.

Menurut Ngatmin, selama ini biola-biola lokal kalah dengan biola-biola impor dari China. Padahal biola lokal merupakan kerajinan yang murni mengandalkan buatan tangan atau handmade, sedangkan biola China merupakan produk mesin.

Untuk menyiasatinya, para perajin biola menambahkan motif-motif ukir Kudus, Jepara, Bali, dan Majapahit di sejumlah bagian biola, terutama tubuh dan leher biola.

Harga biola ukir memang lebih tinggi ketimbang biola impor asal China. Harga biola ukir Rp 1 juta-Rp 2 juta per buah, sedangkan biola asal China Rp 500.000-Rp 750.000. Meskipun harganya lebih tinggi, motif ukir di biola menjadi daya tarik tersendiri bagi para pembeli.

Kepala Seksi Industri Logam, Mesin, Elektronika, dan Aneka Dinas Perindustrian, Koperasi, dan UMKM Kudus Nurjaman mendukung pengembangan industri biola ukir itu.

Seni ukir Kudus dan Jepara konon bermula sekitar 450 tahun lalu. Perintisnya adalah dua pengukir bersaudara asal China: Thae Ling Sing atau Kiai Telingsing dan Tjie Hwio Gwan atau Sungging Badar Duwung. Karya Sing tampak di Masjid Menara Kudus dan Masjid Wali Ngloram. Adapun karya Gwan tampak di Masjid Mantingan dan Makam Ratu Kalinyamat, Jepara. (HENDRIYO WIDI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com