Secara bentuk dan ukuran, jagung yang ada di wilayah tersebut tidak jauh berbeda dengan jagung hibrida kebanyakan yang ditanam di Indonesia. Namun, para petani di sana bisa lebih berbangga karena jagung yang mereka tanam utuh tanpa serangan hama, termasuk hama penggerek batang yang selama ini menjadi musuh utama petani jagung.
Tanaman jagung yang ditanam petani di wilayah tersebut bisa tahan hama karena petani telah menggunakan benih transgenik yang merupakan produk bioteknologi. Benih transgenik, seperti jagung Bt, terbukti tahan terhadap serangan hama penyakit, seperti hama penggerek batang, ulat, dan penyakit bule.
Benih jagung transgenik mulai dikembangkan di Filipina sejak sembilan tahun terakhir. Filipina juga merupakan negara pertama di Asia yang menanam tanaman produk bioteknologi untuk bahan pangan, yaitu jagung Bt, tepatnya mulai tahun 2002. Pada tahun 2010, luas lahan untuk tanaman jagung biotek di Filipina mencapai 541.000 hektar, naik sekitar 10 persen dibandingkan tahun 2009.
Benih jagung transgenik mampu menurunkan penggunaan pestisida hingga 60 persen, menurunkan biaya tenaga kerja penyiangan dan penyemprotan, serta memiliki hasil panen yang lebih baik dibandingkan jagung hibrida biasa. Benih hasil pengembangan bioteknologi membuat petani lebih efisien dengan tingkat risiko kegagalan rendah karena benih-benih itu terbukti tahan serangan hama.
Hal itu seperti dirasakan Johnny Viado (44), petani di Barangay Linmansangan yang menggunakan benih jagung Bt produksi Syngenta. Pada musim panen kali ini, tanaman jagungnya bisa menghasilkan sekitar 10 ton per hektar, naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan saat menanam benih jagung hibrida biasa.
Dengan masa tanam sekitar 105 hari dan biaya produksi 40.000 peso (sekitar Rp 8,7 juta), ia bisa mendapatkan keuntungan sekitar 60.000 peso per hektar. Jika 1 peso diasumsikan setara Rp 250, keuntungan yang diperolehnya dalam satu musim tanam mencapai Rp 15 juta per hektar.
Keuntungan menggunakan produk transgenik juga dirasakan Melanio Miranda (50) atau biasa dipanggil Mang Melan, petani asal Barangay San Roque Bitas, Arayat, Pampanga, Filipina, yang menggunakan benih jagung Bt dari Monsanto.
Menggunakan produk bioteknologi, menurut Mang Melan, ia mampu meningkatkan produktivitas tanaman jagung dari 6 ton per hektar menjadi 9 ton per hektar. Mang Melan pun berhenti menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama penggerek batang setelah ia beralih dari menggunakan benih jagung hibrida konvensional ke benih jagung transgenik. Bahkan, dengan keberhasilannya tersebut, ia mampu memperluas areal tanaman dari 2,2 hektar menjadi 4,5 hektar.