Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TAJUK RENCANA

Kompas.com - 05/05/2012, 02:49 WIB

Waisak dan Kekerasan

Aktualitas Waisak tahun 2012/2556 yang dirayakan umat Buddha, Minggu besok, menawarkan ajakan meninggalkan kekerasan.

Warisan ajaran Buddha Gautama akrab dengan kelemahlembutan. Kelahiran Siddharta tahun 623 sebelum Masehi (SM), pencapaian penerangan sempurna tahun 588 SM, dan meninggalnya tahun 543 SM, jauh dari aroma kekerasan. Buddha memberikan contoh dan ajaran yang serba antikekerasan, akrab dengan kedamaian.

Merayakan hari keagamaan berarti menimba spiritnya dalam dimensi aktual. Oleh karena kekerasan fisik dan nonfisik nyaris melekat dalam perilaku dan sikap keseharian kita, ajaran kedamaian itu memperoleh momentum tepat.

Pembakaran kantor Bupati Mesuji, Lampung, Kamis (3/5), merupakan salah satu contoh kekerasan. Terkait pemberhentian Wakil Bupati Mesuji Ismail Ishak, massa pendukungnya mengungkapkan kekecewaan. Membakar kantor bupati. Aparat kepolisian tidak mampu mencegah.

Apakah kekerasan menghasilkan kedamaian? Lagi-lagi dibenarkan kenyataan, kekerasan hanya akan menimbulkan masalah baru. Lagi-lagi tidak berlaku adagium ”jika mau damai siapkan perang”, yang memang hanya berlaku pada zaman Romawi kuno atau sistem pemerintahan otoriter dalam bentuk kedamaian palsu.

Kantor Bupati Mesuji telanjur hangus. Sudah terlambat. Padahal, seharusnya, repotnya enggan kita belajar dari peristiwa, tetapi senantiasa setelah kejadian (post factum), jalan damai sebenarnya bisa ditempuh.

Kasus pembakaran kantor bupati itu kait-mengait dengan peristiwa sebelum dan sesudahnya. Penyelesaian kasus berarti menyelesaikan kasus korupsi yang membelit Ismail Ishak. Semakin kasus diselesaikan seadil-adilnya, secara hukum dan menghormati rasa keadilan umum, semakin kecil kemungkinan aksi kekerasan berikutnya.

Kekerasan senantiasa menafikan akal sehat. Emosi dalam bentuk rasa marah menggelegak sebab tidak didasarkan akal sehat. Perbudakan emosional yang berlanjut amok nyaris mewarnai berbagai bentuk konflik dalam masyarakat umum ataupun komunitas politik kita.

Agama Buddha dan segala agama lain menafikan kekerasan sebagai jalan keluar. Damai menjadi kata kunci dan diklaim sebagai kebajikan yang ditawarkan oleh semua ajaran agama dan para pemimpin keagamaan. Komunikasi tanpa kekerasan (Nonviolent communication, B Rosenberg, 2011) menawarkan ajakan penyelesaian masalah tanpa kekerasan. Petuah itu merana dan sayup-sayup.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com