Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MARI BERSULANG SAMPANYE ALA JAWA

Kompas.com - 29/04/2012, 02:11 WIB

Pencanggihan

Bagaimana perjalanan ketiga minuman tradisional itu dari desa ke kota?

Temulawak beruap mulai diproduksi tahun 1960 oleh Liem Jun Keon. Pengusaha bir itu beralih membuat sari temulawak yang ketika itu sudah digemari di Bayuwangi dan beberapa kota di Jawa. Namun, Liem ingin temulawak buatannya tampak lebih mewah dan beda dengan temulawak yang dijajakan tukang jamu di pasar.

Dia pun mencampurkan soda ke dalam sari temulawak. Dengan begitu, minuman itu tampak seperti cola. Belakangan, minuman tersebut dikenal dengan sebutan temulawak beruap.

Usaha Liem berkembang pesat hingga beralih ke anaknya, Boedijanto, tahun 1970-an. Di tangan Boedijanto, temulawak beruap kian terkenal dan pemasarannya meluas ke luar Banyuwangi. Selanjutnya, usaha itu turun ke Rony Hendra Setiadi tahun 2003.

Saat ini, ada dua pabrik temulawak beruap yang masih bertahan, yakni PL Hawaii yang dijalankan Rony dan Hawa Inti (Hawai) yang dijalankan Setiabudi, paman Rony. Di musim panas, PL Hawaii bisa memproduksi 3.000 krat temulawak beruap, sedangkan pada musim hujan 1.500 krat. Satu krat berisi 1.500 botol yang di tingkat eceran dijual Rp 2.500-Rp 3.000 per 320 mililiter.

Seperti temulawak beruap, Bandrek Abah pun telah melintas tiga generasi. Awalnya, Bandrek Abah dibuat dan dijajakan secara berkeliling di tempat pemandian Cimanggu oleh Abah Andi tahun 1970-an. Usaha itu lantas beralih ke anaknya, Abah Sobana, tahun 1982. Di tangan Sobana, bandrek itu mengalami pencanggihan. Bandrek dikemas dalam botol dan diberi merek. Bahkan, mulai tahun 2007, Sobana membuat bandrek Abah dalam kemasan plastik kecil.

Selain Sobana, kakaknya, Abah Dindin, juga memproduksi bandrek dengan merek yang sama. Bedanya, label Bandrek Abah produksi Sobana bewarna kuning, sedangkan produksi Dindin warna putih.

Zainudin, pengelola bandrek Abah Sobana, mengatakan, setiap bulan pihaknya memproduksi 7.000 botol besar sirup bandrek, 1.000 botol kecil sirup bandrek, dan 45.000 bungkus bandrek bubuk kemasan plastik. Bandrek kemasan botol besar dijual Rp 25.000, botol kecil Rp 10.000, dan kemasan plastik Rp 800. Itu harga di pabrik. Kalau di tangan pedagang sebotol besar Bandrek Abah dibanderol Rp 35.000-Rp 60.000.

”Sebenarnya permintaan dari Sumatera dan Kalimantan juga ada, tetapi kami belum bisa memenuhinya karena kurang modal,” ujar Zainudin.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com