Jakarta, Kompas
”Temuan Satgas REDD+ harus menjadi dasar dan diseriusi para penegak hukum dalam memproses kasus Rawa Tripa,” ucap Dede Suhendra, unsur pimpinan Program WWF Indonesia di Aceh, Senin (23/4), dihubungi dari Jakarta.
Kasus Rawa Tripa preseden bagi pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser yang dilindungi UU No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh. Selain itu, UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang melalui PP No 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang memasukkan Rawa Tripa sebagai Kawasan Strategis berfungsi lindung.
Investigasi mendalam dan komprehensif akan jadi gambaran faktual Rawa Tripa. Hasilnya, jadi dasar kebijakan menyeluruh ekosistem gambut itu.
Sementara itu, 18 April 2012, Program Konservasi Orangutan Sumatera (SOCP), Yayasan Ekosistem Leuser, dan Badan Konservasi Sumber Daya Alam Aceh menyelamatkan orangutan jantan di hutan gambut Rawa Tripa. ”Kami melihat orangutan ini tiga bulan lalu. Kini, 30 persen berat tubuhnya menyusut. Bisa mati kelaparan,” ucap Yenny Saraswati dari SOCP.
Temuan ini menunjukkan
Kasus Rawa Tripa muncul setelah perusahaan perkebunan sawit diizinkan meluaskan usahanya 1.605 hektar oleh Gubernur Aceh. Wahana Lingkungan Hidup Aceh menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh. Sidang 3 April 2012, gugatan ditolak.
Pada 13 April 2012, Ketua Satgas REDD+ Kuntoro Mangkusubroto merekomendasikan agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kepolisian Negara RI segera menginvestigasi menyeluruh dan mengambil tindakan hukum. Temuan awal Satgas REDD+, pemberian izin mengindikasikan pelanggaran UU No 18/2004