Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perempuan Jurnalis dan Perintis

Kompas.com - 05/04/2012, 02:48 WIB

Garis hidup Herawati seakan tak jauh dari media. Ibunya yang mendapat didikan pesantren mendirikan majalah perempuan Doenia Kita. Pamannya, Subardjo, sempat menjadi wartawan sebelum menjabat sebagai menteri luar negeri (pertama) Indonesia. ”Saat sekolah di Amerika, saya sering mengirim tulisan untuk Doenia Kita,” kata perempuan yang menguasai bahasa Inggris, Belanda, dan Jepang itu.

Pulang ke Indonesia tahun 1942, Herawati bekerja sebagai wartawan lepas kantor berita United Press International (UPI). Lalu ia bergabung sebagai penyiar di radio Hosokyoku.

Herawati menikmati dunia jurnalistik. Saat itu hanya sedikit perempuan yang menggeluti bidang tersebut. ”Sekarang sudah banyak perempuan menjadi jurnalis dan berpendidikan tinggi. Bahkan, ada yang ke medan perang. Saya kagum dengan keberanian mereka,” ujarnya.

Profesi kewartawanan memberinya kesempatan bertemu dengan pemimpin besar, seperti Mahatma Gandhi, ketika menjadi bagian dari delegasi Indonesia untuk menghadiri All-India Women’s Congress tahun 1948. Herawati semakin dekat dengan dunia pers begitu menikah dengan BM Diah, yang waktu itu bekerja di koran Asia Raya.

BM Diah mendirikan koran Merdeka pada 1 Oktober 1945 guna mengisi ruang intelektual setelah Proklamasi.

Tak hanya terlibat dalam pengembangan koran Merdeka, Herawati juga mendirikan dan memimpin The Indonesian Observer, koran berbahasa Inggris pertama di Indonesia. Koran itu diterbitkan dan dibagikan pertama kali dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat, tahun 1955. The Indonesian Observer bertahan hingga tahun 2001, sedangkan koran Merdeka berganti tangan pada akhir tahun 1999.

Saat BM Diah diangkat sebagai duta besar Cekoslowakia, Inggris, serta Thailand, kemudian menjabat sebagai Menteri Penerangan Kabinet Ampera (1968), kegiatan jurnalistik Herawati digantikan dengan tugas-tugas negara dalam peran sebagai istri pejabat.

Perintis sejati

Kiprah Herawati Diah sebagai perintis tak redup hingga usia senjanya. Nama Herawati tercatat sebagai salah satu pendiri dari sederet organisasi yang memberikan dinamika dalam kehidupan sosial dan budaya Indonesia, seperti Komnas Perempuan, Lingkar Budaya Indonesia, dan Gerakan Perempuan Sadar Pemilu. Lantaran prihatin dengan tak meratanya pendidikan, Herawati membuka taman kanak-kanak bagi anak miskin di bawah naungan Yayasan Bina Carita Indonesia.

Usia tak pernah menjadi penghalang untuk berkarya bagi perempuan yang ikut mendirikan Hasta Dasa Guna, organisasi yang beranggotakan sekitar 100 perempuan berusia di atas 80 tahun itu.

Untuk menjaga ketajaman pikiran, ia bermain bridge dua kali seminggu bersama teman-temannya di Women’s International Club. ”Bermain bridge mengajarkan saya mengingat kartu dan langkah teman bermain. Memori terasah terus,” katanya sambil menunjukkan piala juara pertama turnamen Bridge Women’s International Club baru-baru ini. Herawati menghayati benar ”mantra hidupnya”: ”Keep Your Brain Alive”.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com