Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Golok Taraju Terus Berjibaku

Kompas.com - 30/03/2012, 03:02 WIB

”Teng! Teng! Teng!” Pagi buta, Desa Taraju, Kecamatan Sindangagung, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, sudah ramai dengan pukulan martil. Di dalam gubuk, tiga lelaki menghantamkan martil pada baja panas di depannya.

Sambil cekikikan, salah satunya menggoda rekan termuda yang bersimbah keringat, ”Sok atuh Mbet, ulah leuleus kitu ah! (ayo Mbet, jangan lemas begitu!) ha-ha-ha.” Lelaki satunya lagi menimpali, ”belum punya pacar sih,” tawa pecah kembali.

Begitulah suasana yang nyaris sehari-hari dinikmati pandai besi Taraju. Di sela-sela ayunan martil yang beratnya hingga 15 kilogram (kg), mereka mengumbar tawa. Ada saja yang dibicarakan, dari yang lucu soal jodoh kawan yang tak juga datang, sampai cerita biaya anak sekolah. Bara baja di depan mereka adalah wadah cerita.

Bagi lelaki Taraju, pandai besi adalah tradisi. Tidak diketahui pasti kapan usaha ini pertama kali dikembangkan di desa itu. Cerita yang berkembang di antara warga menyebutkan, keahlian itu diturunkan dari Ki Samandullah, bangsawan pelarian Cirebon, sekitar abad ke-18. Ia melawan Belanda dengan mengajari warga setempat keahlian membuat senjata.

”Ini warisan leluhur. Sejak zaman Belanda, kami sudah membuat senjata. Saya hanya meneruskan warisan orangtua,” kata Darya (58), pandai besi di Desa Taraju, Kamis (8/3).

Pada era 70-an hingga 80-an, seiring perkembangan usaha pertanian di Tanah Air, perkakas tajam asal Taraju merambah ke beberapa daerah, seperti Banten, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Brebes, Tegal, Pekalongan, Sumatera, dan Kalimantan.

Tercatat, pesanan alat pertanian dari Desa Taraju kala itu 12.000 unit per tahun. Itu belum termasuk yang dijual bebas di pasar. Peralatan modern seperti gerinda, blower, dan bubut belum banyak digunakan untuk membuat perkakas tajam.

Namun, zaman berubah dan teknologi berkembang. Produk perkakas tajam mulai dari pisau dapur, sabit, golok, dan cangkul kian banyak yang dibuat pabrik melalui mesin-mesin produksi massal. Bahkan, marak perkakas impor dari China.

”Ada unsur tradisi yang berusaha kami lestarikan. Kemungkinan kami bekerja sama dengan dinas pariwisata,” kata Nana Sugiana, Kepala Disperindag Kuningan.

Jumlah bengkel pandai besi yang aktif di Taraju kian susut. Dari 29 bengkel, kini tersisa 15 yang beroperasi. Pekerjanya kadang tak lengkap. Penempa baja yang sukar dicari. ”Kadang ada dua orang, kadang cuma satu. Seringkali juga tidak ada tukang panjak sama sekali,” kata Darya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com