Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Subsidi BBM dan Kompensasi BLT

Kompas.com - 24/03/2012, 04:36 WIB

Untuk memperjelas, bayangkan ada lima konsumen Premium: dua kaya (A dan B) dan tiga miskin (C, D, dan E). Semua membeli Premium bersubsidi pada harga sama per liter. Kenaikan harga bensin akan menurunkan kesejahteraan kelima orang ini tanpa kecuali, tetapi derajatnya berbeda-beda. A dan B akan langsung menyesuaikan pola konsumsi (mengurangi rekreasi, menjadi lebih hemat, dan sebagainya). Tidak demikian halnya dengan C, D, dan E yang dihadapkan pada opsi konsumsi yang terbatas.

Jika mekanisme pengawasan berjalan sempurna, seharusnya A dan B saja yang membeli bensin tanpa subsidi. Yang miskin tetap boleh membeli pada harga subsidi. Namun kita telah menyaksikan, praktik harga berbeda untuk barang yang sama adalah makanan empuk bagi spekulan dan biaya pengawasan bisa menjadi mahal sekali. Jika ini terjadi, tujuan penghematan untuk realokasi anggaran pada hal-hal yang lebih konstruktif pun sirna.

Di sini mekanisme kompensasi seperti bantuan langsung tunai (BLT) bekerja sebagai berikut. Subsidi dikurangi (atau dicabut). Akibatnya, harga Premium ”terpaksa” naik. Semua (A, B, C, D, dan E) harus membeli pada harga yang lebih tinggi. Lalu pemerintah mengambil sebagian dari uang yang di-”hemat” (dari subsidi yang berkurang) untuk diberikan kepada yang miskin (C, D, dan E). Kompensasi tidak diberikan kepada A dan B, orang kaya yang tadinya menikmati subsidi salah sasaran tersebut.

Pertanyaan berikutnya adalah mengapa kompensasi BLT hanya diberikan dalam dua atau tiga bulan? Sebagaimana namanya, kompensasi bersifat sementara: hanya diberlakukan untuk meredam guncangan, dalam hal ini kenaikan harga. Data empiris menunjukkan, inflasi yang timbul setelah kenaikan harga bensin akan berangsur normal dalam tiga bulan. Maka, kompensasi kepada si miskin juga dilakukan dalam tiga bulan. Selanjutnya, program pengentasan orang miskin dilakukan dengan kebijakan yang lebih bersifat jangka panjang, seperti bantuan sekolah miskin, program keluarga harapan, dan jaminan kesehatan masyarakat. Program-program tersebut juga terus disempurnakan.

Tentu saja tulisan ini menyederhanakan masalah. Politik BBM yang maju-mundur telah meningkatkan ketakpastian dan harga barang-barang lain telah mulai naik. Ini adalah isu yang berbeda. Ini berkaitan dengan kemampuan pemerintah dan DPR mengambil keputusan tegas. Semakin lama keputusan tidak diambil, kian tinggi ketidakpastian. Jika ini berjalan terus, argumen ekonomi di atas bisa gagal, terlibas tarik-menarik politik.

Arianto A Patunru Dosen FEUI; Peneliti LPEM-FEUI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com