Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tergerusnya Kewaspadaan di Gunung Guntur

Kompas.com - 21/03/2012, 06:28 WIB

Hingga kini, pos pengamatan Gunung Guntur milik Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Desa Sirnajaya, sekitar 5 km dari kawah Guntur, menjadi satu-satunya sumber informasi masyarakat sekitar. Saat status Guntur dinaikkan jadi ”Waspada” tahun 2007 dan 2009, pos yang biasanya lengang menjadi ramai dikunjungi masyarakat yang ingin mendapat kepastian tentang kondisi Guntur.

Peran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) penting sehingga menjadi kunci keberhasilan upaya pengurangan risiko bencana. Hal itu terutama melalui mitigasi dan pengurangan kerentanan bencana. Namun, banyaknya wilayah yang berpotensi terkena bencana di Garut dan keterbatasan sumber daya membuat perhatian ke kawasan Guntur relatif sedikit.

Terbatasnya perhatian dan informasi membuat masyarakat di kawasan rawan bencana Gunung Guntur cenderung menilai rendah risiko yang mereka hadapi. Di sisi lain, gunung yang juga disebut sebagai Gunung Gede ini dipersepsikan membawa berkah penghidupan tersendiri. Kesemuanya itu menjadikan kesempatan ekonomi di kawasan ini lebih menarik daripada ancaman bencananya.

Dampak ekonomi

Kerawanan bencana Gunung Guntur berkontribusi langsung pada penilaian bahwa Kabupaten Garut adalah wilayah yang paling rawan bencana di Indonesia. Laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana tahun 2011 tentang Indeks Rawan Bencana Indonesia mencatat, angka indeks untuk Garut sebesar 139. Angka ini merupakan tertinggi untuk tingkat kabupaten/kota.

Bersama Gunung Galunggung, Sesar Lembang, dan ancaman bencana lain, Guntur menempatkan Jawa Barat di posisi kedua setelah Jawa Tengah sebagai provinsi paling rawan di Indonesia. Tidak hanya kerawanan fisik, tetapi juga perekonomian pun turut rawan.

Wilayah-wilayah rawan bencana di Gunung Guntur, Galunggung, dan Sesar Lembang pada tahun 2010 tercatat menyumbang sekitar Rp 205 triliun atau sepertiga dari perekonomian Jawa Barat. Sumbangan yang terbesar adalah dari sektor pertanian, di antaranya buah-buahan, sayuran, dan hasil peternakan. Lebih dari separuh hasil pertanian tersebut dikirim ke Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Tengah, yang menjadikan Jawa Barat sebagai salah satu daerah utama produksi pertanian Indonesia.

Selain hasil pertanian, Jawa Barat juga memiliki industri tekstil dan produk tekstil yang relatif kuat. Hasil dari industri, seperti bahan kaus, kerudung, dan bordir pakaian, juga dikirim ke daerah lain. Yang terbanyak adalah ke Jakarta, Jawa Timur, Riau, dan Sumatera Utara. Bahan bakunya sebagian besar diambil dari Banten, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Papua.

Besarnya potensi ekonomi di kawasan rawan bencana membuat posisi Jawa Barat sangat krusial karena menyumbang 15 persen perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS tahun 2010, posisinya hanya kalah oleh Jakarta dan Jawa Timur.

Kondisi ini yang membuat potensi kerugian ekonomi akibat bencana gunung meletus dan gempa sesar di Jawa Barat bisa mencapai lima kali lipat kerugian ekonomi yang ditimbulkan dampak gempa dan letusan Gunung Merapi di Yogyakarta enam tahun silam. Karena itu, sosialisasi mitigasi bencana yang gencar perlu dilakukan. Ini untuk mengimbangi daya tarik ekonomi yang tinggi.(Dwi Rustiono/ Liotbang Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com