Jakarta, Kompas -
Untuk mengatasi permasalahan itu, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia DKI Jakarta Tri Tjahyono, Rabu (7/3), mengatakan, pemerintah dan polisi
”Motor harus tetap berada di kiri, sementara mobil dan truk berada di kanan,” ujarnya.
Sebaliknya, kondisi lalu lintas sekarang, kata Tjahyono, cenderung tidak tertata. Itu yang menyebabkan banyak sepeda motor masuk dan menyelinap di antara deretan mobil dan truk. Pengendara sepeda bertindak seperti itu karena mereka kehabisan ruang untuk bergerak akibat jalan yang ada sudah dipenuhi mobil.
Ironinya, sepeda motor menjadi kontributor terbesar kecelakaan lalu lintas di Indonesia. Bahkan, berdasarkan data Kepolisian Daerah Metro Jaya, selama tahun 2011, dari 12.368 kecelakaan di jalan raya, sebanyak 7.603 kecelakaan melibatkan sepeda motor.
Permasalahan lain, lanjut Tjahyono, belum tampaknya niat penuh dari produsen motor untuk menyosialisasikan berkendara motor yang aman. Namun, sebaliknya, dalam setiap iklan, sepeda motor lebih ditonjolkan citra sepeda motor yang dapat melaju dengan kecepatan tinggi.
”Pencitraan itu mendorong setiap konsumen untuk memacu sepeda motornya dalam kecepatan tinggi saat melintas di jalan. Sementara pesan berkendara aman tak pernah tampak pada iklan sepeda motor,” katanya.
Padahal, titik-titik tertentu di Jakarta, lanjutnya, sangat rawan terhadap kecelakaan sepeda motor yang berdampak fatal. Contohnya adalah Jalan Cakung Cilincing dan Jalan Akses Marunda, Jakarta Utara, yang selalu dipadati truk trailer.
”Di dua ruas jalan di Jakarta Utara itu semestinya ditempatkan aparat polisi lalu lintas lebih banyak agar arus lalu lintas bisa tertib. Pengendara motor bisa tetap memperoleh ruang untuk melaju,” tuturnya.
Sementara itu, anggota Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, mengatakan, yang paling efektif adalah pemerintah membuat anggaran tersendiri untuk perbaikan jalan. Dengan catatan, anggaran itu dapat segera dicairkan setiap kali ditemukan jalan rusak.