SURABAYA, KOMPAS -
Komisaris Suparti dari Humas Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya, Selasa (6/3), mengatakan, penyelidikan di Kebun Binatang Surabaya (KBS) tidak hanya untuk jerapah, tetapi juga untuk beberapa satwa yang mati sebelumnya.
Menurut Suparti, polisi sudah memeriksa karyawan KBS, mulai dari dokter, ahli gizi, hingga penjaga satwa, tetapi belum ada hasil akhir karena pemeriksaan masih berlangsung.
Sementara itu, Ketua Tim Pengelola Sementara (TPS) KBS yang juga Asisten II Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) Hadi Prasetyo mengatakan, pihaknya telah melaporkan kematian satwa yang dianggap mencurigakan itu kepada polisi. ”Kok, satwanya mati terus. Ini, kan, membuat masyarakat Surabaya jengkel. Bisa mengelola kebun binatang tidak? Makanya kami laporkan ke polisi. Penyelidikan kami serahkan kepada polisi,” katanya.
Kecurigaan tersebut muncul—menurut polisi—karena dalam tubuh satwa yang mati selalu ditemukan zat beracun. Pada tubuh rusa yang mati pada akhir tahun lalu, misalnya, tim dokter KBS menemukan kandungan kerosin. Adapun pada tubuh celeng goteng ditemukan racun sianida.
Ketua Harian TPS Tony Sumampaw menjawab pertanyaan wartawan mengatakan, zat-zat berbahaya semacam itu tidak mungkin ada di tubuh satwa dengan sendirinya. Seperti jerapah, ketika diotopsi tim dokter KBS, di dalam perutnya terdapat 20 kilogram plastik. ”Keberadaan plastik dan tali rafia di area kandang bisa disengaja atau karena pengunjung sengaja melemparkan ke dalam kandang,” katanya.
Reaksi pasif ditunjukkan Kementerian Kehutanan yang belum akan menurunkan tim khusus untuk menyelesaikan kisruh di KBS yang sudah berlarut-larut.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan di Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa, mengatakan, masalah pengelolaan KBS diyakini masih bisa diselesaikan di daerah. ”Semua upaya penyelesaiannya harus memprioritaskan kehidupan dan keselamatan satwa,” kata Zulkifli.
Zulkifli meminta semua pihak yang terlibat segera mencari akar masalah dan kemungkinan terjadinya pelanggaran dalam pengelolaan KBS. ”Semua bentuk pelanggaran harus segera diganjar dengan tindakan tegas. Saya masih yakin semuanya masih bisa dilakukan di daerah. Belum harus ada campur tangan Menteri Kehutanan,” kata Zulkifli.
Sementara itu, Taman Satwa Cikembulan di Kabupaten Garut, Jawa Barat, siap menampung satwa dari semua kebun binatang yang mengalami kelebihan populasi. Pendiri Taman Satwa Cikembulan, Rudy Arifin, mengatakan, jenis hewan akan disesuaikan dengan luas lahan dan kemampuan manajemen taman satwa.