Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasionalisme dalam Selembar Sarung

Kompas.com - 04/03/2012, 02:19 WIB

OLEH YULIA SAPTHIANI

Sarung, kain yang dikenakan rakyat di berbagai pelosok Nusantara itu, tampak gemerlap di pentas Indonesia Fashion Week 2012. Desainer kreatif merancang sarung sebagai busana untuk jalan-jalan ke mal. Akankah menjadi gerakan baru? Yulia Sapthiani

Di atas panggung peragaan busana, akhir pekan lalu, di Jakarta Convention Center, seorang model berjalan mengenakan kaus lengan panjang putih bertuliskan ”Cinta Selagi Berduit”. Sebagai bawahan dikenakannya sarung bermotif kotak-kotak. Di ujung panggung, tepat di hadapan fotografer, model ini melipat bagian bawah sarung ke atas dan mengikatnya hingga menjadi celana pendek.

Model lain memperlihatkan keragaman sarung tajung asal Palembang yang sudah langka menjadi blus dan jaket yang berpotongan sederhana. Ada pula yang mengubah sarung tenun sutra Makassar dalam nuansa oranye menjadi gaun bergaya kimono serta setelan rok dan blus berlengan lebar.

Variasi desain dari sarung ini adalah hasil kreasi anak-anak muda finalis kompetisi wirausaha mode yang menjadi bagian dari Indonesia Fashion Week (IFW/Pekan Mode Indonesia) 2012. Lomba ini juga menjadi bagian dari program panitia IFW 2012 yang ingin memasyarakatkan penggunaan sarung kepada kaum urban agar posisinya sama seperti batik yang telah menjadi item wajib orang Indonesia.

”Sarung itu interpretasinya produk ndeso. Di lomba ini, saya membuat bagaimana caranya agar sarung bisa lebih keren dan tampil dinamis supaya bisa dipakai anak muda jalan-jalan di mal,” ujar Natasha Dame Novita (25), peserta kompetisi.

Juara pertama, Shahnaz Soraya (24), juga berusaha menjangkau anak muda melalui desain dari sarung tajung yang diberi tema Urban Simplicity. ”Saya ingin sarung tajung tidak terlalu terlihat tradisional hingga bisa dipakai anak muda. Saya juga ingin sarung ini tidak terbatas dipakai laki-laki,” kata Shahnaz.

Selain anak-anak muda peserta kompetisi, ada perancang Lenny Agustin dan Anne Avantie yang juga mengolah sarung dalam peragaan busana di IFW.

Perancang Merdi Sihombing juga memiliki pengalaman mengangkat sarung Baduy dalam peragaan busana bertema Forbidden Baduy pada 2006. Dalam acara yang disiapkan selama tiga tahun itu—karena Merdi harus melakukan pendekatan kepada masyarakat Baduy dan mempelajari budayanya terlebih dulu—sarung dibiarkan apa adanya.

”Saya hanya memperlihatkan berbagai variasi memakai sarung agar terlihat lebih modern. Caranya, ada yang dilipat-lipat atau dibentuk dengan menggunakan teknik draperi,” kata Merdi menyebut teknik melipit bahan hingga menimbulkan efek jatuh menggantung. Di tangan Merdi, sarung Baduy pun terlihat modern.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com