KENDARI, KOMPAS
”Kami sudah beberapa kali menyampaikan masalah ini ke pemerintah pusat, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup serta Kementerian Kelautan dan Perikanan. Namun, hingga kini belum ada kebijakan,” kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sulawesi Tenggara (Sultra) Doddy Djalante, Senin (6/2).
Terdapat setidaknya empat infrastruktur vital yang operasionalisasinya bergantung pada Teluk Kendari, yakni Pelabuhan Nusantara Kendari, Pangkalan TNI AL, Pelabuhan Perikanan Samudera, dan Pelabuhan Penyeberangan Kendari-Wawonii. ”Empat infrastruktur itu bisa macet jika pendangkalan tak tertangani,” kata Doddy.
Dari data yang dimiliki Dinas PU Sultra, akumulasi endapan di teluk melingkar seluas 1.236 hektar itu telah mencapai 54 juta meter kubik. Jumlah itu setara dengan muatan sekitar 10 juta truk pasir. Karena endapan yang demikian besar itu, Pemerintah Provinsi Sultra mengaku tak sanggup menganggarkan dana pengerukan yang diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah.
Karena penambangan emas liar, kualitas air sungai di Gorontalo semakin buruk. Para penambang membuang limbahnya ke sungai. Dari tiga daerah aliran sungai utama di Gorontalo, yaitu Randangan, Paguyaman, dan Bone Bolango, tercemar dalam tingkatan ringan hingga sedang.
Pemprov Gorontalo didesak agar tegas mengatur kegiatan penambangan tersebut.
”Penambangan emas liar juga sudah terjadi di kawasan hulu di sekitar kawasan konservasi, seperti di kawasan Suaka Margasatwa Nantu, Kabupaten Boalemo. Di situ termasuk wilayah hulu daerah aliran sungai Paguyaman di mana sebagian penambang membuang limbahnya langsung ke sungai,” ujar Direktur Jaring Advokasi Pengelolaan Sumberdaya Alam Gorontalo Haris Malik, Senin, di Goron-