Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sultan Meminta Kejelasan "Living Harmony" dari Pemerintah

Kompas.com - 27/01/2012, 04:52 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah pusat perlu menjelaskan konsep living harmony atau hidup dalam harmoni yang dijadikan solusi permasalahan penduduk di kawasan rawan bencana erupsi Gunung Merapi, kata Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X.

"Hal itu diperlukan karena aturan mengenai kawasan rawan bencana (KRB) tertuang dalam Undang-Undang (UU) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang memiliki kekuatan hukum tetap," kata Sultan di Kepatihan Yogyakarta, Kamis (26/1/2012).

Menurut dia, UU RTRW menyebutkan sebuah wilayah yang kosong atau dikosongkan jika ditinggali masyarakat, maka akan melanggar ketentuan pidana. Pemerintah daerah yang memfasilitasi penduduk di tempat tersebut juga dianggap melanggar UU.

"Hal itu pada akhirnya menimbulkan problem baru seperti yang terjadi pada masyarakat di Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, yang berada pada KRB dan menolak direlokasi. Mereka kemudian tidak mendapatkan fasilitas dan tidak mendapatkan bantuan pemerintah, termasuk pembangunan infrastruktur," katanya.

Ia mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga tidak bisa memfasilitasi karena terganjal aturan UU. Jika pemerintah daerah yang memfasilitasi masyarakat di wilayah yang memang kosong atau dikosongkan itu berarti juga kena pidana sehingga Pemprov DIY tidak bisa memfasilitasi apa pun di Glagaharjo.

"Ketentuan UU RTRW tersebut tidak hanya akan berimbas pada masyarakat Glagaharjo, tetapi juga Balerante. Pemerintah pusat sampai saat ini juga masih menunda dan ingin mencari jalan keluar menyangkut apa yang dimaksud dengan living harmony," katanya.

Menurut dia, jika masyarakat Glagaharjo mempunyai kesepakatan antarwarga dan dengan pemerintah itu akan menjadi alat Pemprov DIY untuk meyakinkan pemerintah pusat bahwa living harmony yang tidak melanggar UU itu seperti apa. Konsep living harmony itu harus jelas.

"Kejelasan yang dimaksud misalnya dalam pelaksanaan teknis di lapangan, wilayah paling utara di Glagaharjo apakah boleh dihuni atau tidak. Jika tidak, apakah harus dikosongkan atau apakah boleh dihuni dengan kesepakatan masyarakat harus siap dipindah sewaktu-waktu atau diungsikan jika terjadi bahaya," katanya.

Selain itu, apakah pemerintah juga tetap bisa memberikan fasilitas untuk infrastruktur, jalan evakuasi, sekolah, dan pasar, karena di tempat tersebut ada penghuninya. Ia mengatakan, setelah dicapai kesepakatan konsep living harmony dan disetujui pemerintah pusat, maka pemerintah pusat harus mengeluarkan keputusan bahwa kesepakatan itu merupakan jalan tengah yang paling baik.

"Sebelum ada keputusan tersebut Pemprov DIY memang tidak bisa membangun atau merehabilitasi sekolah di KRB seperti yang terjadi di SD Srunen," katanya.

Berkaitan dengan hal itu, kata dia, masyarakat korban erupsi Merapi di KRB akan diminta untuk berkumpul dan membuat tim bersama SKPD terkait, seperti di bidang lingkungan dan pekerjaan umum. Rumusan yang dihasilkan tim tersebut selanjutnya akan disosialisasikan kepada masyarakat Glagaharjo.

Jika nanti mereka tetap belum setuju, lalu sepakatnya seperti apa. Kemudian kesepakatan selanjutnya akan menjadi materi Pemprov DIY untuk minta Menko Perekonomian mengundang rapat antarkementerian, yakni untuk mempresentasikan apakah hal ini yang dimaksud living harmony.

"Setelah hal itu disetujui, selanjutnya pemerintah pusat mengeluarkan keputusan. Jadi, semuanya menjadi jelas," kata Sultan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com