SURABAYA, KOMPAS
Manajer PT Angkasa Pura I Bandar Udara Juanda Trikora Harjo, Senin (16/1), menuturkan, pekan lalu, delapan pesawat dari sejumlah kota yang mestinya mendarat di Juanda terpaksa dialihkan ke Bandara Ngurah Rai Denpasar, Bali.
”Ketika itu sekitar pukul 17.30- 18.30 cuaca di sekitar Juanda sangat buruk sehingga pendaratan tidak dimungkinkan. Akhirnya pesawat didaratkan di Bali. Setelah cuaca membaik, penumpang kembali diterbangkan ke Juanda,” katanya.
Menurut dia, cuaca buruk masih akan terus mengancam aktivitas penerbangan di sekitar Bandara Juanda. Pasalnya, menurut informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), puncak musim hujan berlanjut hingga Februari mendatang.
Oleh karena itu, pengelola maskapai penerbangan diminta waspada. ”Informasi tentang cuaca di sekitar Bandara Juanda selalu disampaikan,” ujarnya.
Cuaca buruk juga sempat mengganggu aktivitas penyeberangan di Pelabuhan Tanjung Perak. Awal Januari lalu, gelombang tinggi mengakibatkan kapal roro tujuan Kalimantan tidak berani berlayar. Akibatnya, puluhan truk pengangkut kebutuhan pokok dan sayur tertahan selama
Marzuki dari Humas Syahbandar Pelabuhan Tanjung Perak mengatakan, sejak awal Desember 2011, pihaknya telah menyebarkan surat edaran ke perusahaan penyeberangan. Nakhoda dan perusahaan penyeberangan diminta waspada dan tetap memperhatikan informasi cuaca dari BMKG.
Dari Jepara, Jawa Tengah, dilaporkan, cuaca ekstrem di perairan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, selama 10 hari lalu menyebabkan persediaan beras menipis. Stok terbatas menyebabkan harga beras naik.
Camat Karimunjawa Nuryanto mengatakan, harga beras di Karimunjawa naik Rp 150-Rp 200 per kilogram.
”Masyarakat Karimunjawa memaklumi kenaikan beras mengingat cuaca kurang bersahabat. Biasanya kenaikan beras terjadi saat angin musim barat dan timur,” kata dia.
Wisatawan yang sempat terjebak di Karimunjawa selama sepekan juga telah pulang dengan menumpang kapal nelayan. Dari 14 turis, kini tinggal empat orang di Karimunjawa dan menunggu KMP Muria.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo di Jakarta mengemukakan, kesulitan nelayan untuk melaut akibat gelombang tinggi perlu disikapi pemerintah daerah kabupaten/ kota, dengan penyaluran cadangan beras pemerintah untuk bencana alam.
”Gelombang tinggi menyebabkan nelayan tidak bisa melaut bisa dipertimbangkan sebagai bencana alam. Untuk itu, bupati/wali kota diharap memberikan bantuan beras,” ujarnya.