Balikpapan, Kompas -
Menurut Ismail di Balikpapan, Selasa (10/1) malam, pihaknya sudah menurunkan tim ke Muara Tae, dan sedang dalam proses penyelesaian. ”Kami yakin 31 Januari mendatang, semua sudah selesai,” ujarnya.
Kendati demikian, Ismail belum bersedia menyebut pemilik sah atas tanah adat seluas 638 hektar itu, warga Kampung Muara Tae, atau hak penduduk Kampung Ponak, yang bertetangga dengan Muara Tae.
Apalagi PT Munte Waniq Jaya Perkasa (MWJP) menegaskan, lahan itu berada di wilayah Kampung Ponak.
Menurut dia, saling klaim tanah adat muncul ketika investasi masuk ke daerah itu, terutama menyangkut skema ganti rugi. ”Semestinya investor menyelidiki agar tidak memicu konflik di kemudian hari,” katanya.
Manajer Lapangan PT MWJP Mathias menegaskan, lahan tersebut bukan wilayah Kampung Muara Tae, melainkan masuk Kampung Ponak, Kecamatan Siluq Ngurai, dan memiliki bukti legal.
Warga Kampung Muara Tae, Kecamatan Jempang, mendesak agar penyerobotan dan penjualan tanah adat seluas 638 hektar secara tidak sah, pada September 2011, diusut secara tuntas.
Margaretha Seting Beraan, Ketua Badan Pelaksana Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kaltim—LSM yang mendampingi warga Muara Tae—mengutarakan, belum terdokumentasinya tanah adat secara legal versi pemerintah, menjadi celah terjadinya penyerobotan dan penjualan tanah adat/ulayat.