Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendakian Mencari Pengobatan

Kompas.com - 11/01/2012, 17:03 WIB
Ketua Tim Penulis: Ahmad Arif
Tim Penulis: Indira Permanasari, Agung Setyahadi, Agustinus Handoko, Cornelius Helmy Herlambang


KARYADI (30) merasakan betul ujian pendakian ke Gunung Rinjani. Tanggal 1 Oktober 2011, saat matahari belum sempurna menerangi tanah, lelaki dari Desa Gerung, sekitar 45 kilometer arah barat daya Gunung Rinjani, itu memulai pendakian dari jalur Senaru untuk mencari kesembuhan. Dia ditemani lima tetangganya, Muhammad Yusuf (50), Hanafiah (45), Samsudin (50), Muhammad (55), dan Mahrim (37).

Tangan kanan Karyadi menggenggam erat tongkat kayu cemara. Peluh bercucuran, tetapi dia terus mendaki sambil berjuang mengalahkan nyeri di dada karena sakit menahun. Ujian semakin berat karena bekas luka di lengan kirinya terus mendenyutkan rasa ngilu. Tiga parut memanjang akibat sabetan pedang para perampok yang menyatroni rumah Karyadi tahun lalu tersingkap saat ia menggulung lengan kausnya.

”Waktu itu saya melawan, para perampok itu membacok saya. Mereka gagal mengambil harta karena warga terbangun oleh keributan. Tetapi, bekas luka ini sampai sekarang masih nyeri,” ujar Karyadi dengan suara lemah.

Karyadi sudah mencoba bermacam pengobatan modern dan alternatif, tetapi sesak di dada dan nyeri di lengannya tak juga hilang. Pria bercambang dengan tatap mata tajam itu pun akhirnya memutuskan mencari pengobatan ke kaldera Rinjani mengikuti saran rekan-rekannya yang sering berobat ke sana. ”Semoga di Rinjani saya bisa sembuh,” katanya.

Ini kali pertama bagi Karyadi mendaki Rinjani, tetapi sudah yang ketujuh bagi Muhammad Yusuf. Pria paruh baya yang ramah itu setahun sekali mendaki Rinjani untuk berendam di telaga air panas di hulu Sungai Kokok Putih.

Yusuf terus mengulangi ritual berobat ke air panas Gunung Rinjani karena merasakan kesehatannya semakin membaik. Sakit pinggang dan nyeri di perutnya tidak kambuh lagi.

Para pendaki tradisional ini percaya berendam di air panas dan bermeditasi di ceruk-ceruk goa sekitar Segara Anak bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Jiwa pun tenteram setelah menyepi di alam pegunungan berparas elok itu.

Beratnya pendakian dan marabahaya yang menghadang justru dianggap sebagai ujian. Dua tahun lalu saat Gunung Barujari meletus Mahrim justru menuju ke sana.

Pria kurus itu nekat ke kaldera Rinjani saat Barujari meletus karena ingin menyembuhkan ayahnya, Bahmin (60), dan iparnya, Nuradi (40), yang sakit kaki sehingga nyaris lumpuh. Dentuman letusan Barujari menyertai perjalanannya menuruni Plawangan Senaru menuju Segara Anak.

”Saya, ipar, dan ayah, empat malam di sana. Kami berendam air panas sambil menutup telinga karena gemuruh letusan sangat keras. Gemuruh itu sangat menakutkan, tetapi kami bisa melalui ujian itu,” ujar Mahrim.

Pendakian mencari pengobatan itu sendiri sudah menjadi ujian sangat berat bagi Bahmin dan Nuradi. Mereka sulit berjalan dan harus dipapah oleh Mahrim dan rekan-rekan seperjalanan lainnya. Bahkan, Bahmin dan Nuradi beberapa kali harus merangkak saat menuju Plawangan Senaru yang menghabiskan waktu 11 jam.

Penderitaan dalam perjalanan itu belum berakhir karena mereka masih harus menuruni dinding kaldera yang terjal untuk mencapai Segara Anak. Pendaki dengan fisik prima pun harus ekstra waspada. Di jalur ini turunannya curam dan sebagian tegak lurus dengan jurang menganga di satu sisi dan sisi lainnya batuan tebing rawan longsor. Lengah sedikit bisa mengundang maut.

”Kami pasrah saja. Niat kami mencari pengobatan. Apa pun yang akan terjadi kami pasrah,” ujar Mahrim. Kepasrahan diri dan keinginan kuat untuk sembuh mengalahkan rasa takut mereka. Penderitaan mereka seperti terbayar tuntas. Bahmin dan Nuradi bisa berjalan sendiri saat pulang.

Terapi air panas

Kisah daya sembuh mata air panas di sepanjang Kokok Putih itu sudah dikenal sejak ratusan tahun lalu. Dalam laporan survei geologi Lombok yang disusun oleh JGB Van Heek pada 1902, disebutkan mata air panas di sekitar Segara Anak terkenal manjur menyembuhkan penyakit.

Warga sekitar Rinjani waktu itu rupanya telah mengenal terapi air panas atau spa sebagaimana para tentara Romawi di masa Caesar Augustus berkuasa, 27 sebelum Masehi sampai 14 Masehi. Saat itu tentara Romawi yang berperang dan terluka berendam di sumber air panas di desa Spa, Belgia, dan mendapatkan kesembuhan. Dalam bahasa latin, spa merupakan akronim dari salus per aquam atau sehat dari air.

Terapi air panas pegunungan memang telah dikenal di banyak budaya lainnya, seperti Jepang dan China. Bahkan, ilmuwan Yunani, Hippocrates (460-377 sebelum Masehi), telah meresepkan mandi air panas untuk menyembuhkan penyakit. Secara medis, air panas di pegunungan biasanya mengandung sodium yang menstimulasi sistem limpatik ataupun magnesium dan bikarbonat yang bisa membantu detoksifikasi. Namun, air panas gunung berapi juga bisa mengandung arsenik dan boron yang bersifat racun.

Penelitian Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) serta Université Libre de Bruxelles (2008-2009) menemukan, air Segara Anak kaya dengan zat boron, silika, besi, litium, dan berbagai unsur lainnya. Perubahan suhu dan komposisi unsur ini bisa menjadi indikator keaktifan Gunung Barujari yang berada di tengah Segara Anak.

Karyadi yang mencari kesembuhan di air panas sekitar Segara Anak tidak memahami kerumitan hukum-hukum alam. Baginya, kekuatan adikodrati penunggu telaga panas itu yang menyembuhkannya.

Mitos dan sains berjalan dalam koridor masing-masing, tetapi semuanya bermuara pada usaha manusia berharmoni dengan alam untuk mencari keseimbangan baru.

Ikuti perkembangan Ekpedisi Cincin Api di: www.cincinapi.com atau melalui facebook: ekspedisikompas atau twitter: @ekspedisikompas

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com