Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Predator

Kompas.com - 05/01/2012, 10:21 WIB
Syamsuddin Haris

KOMPAS.com - Ketika tragedi dugaan pembantaian rakyat di Mesuji, Lampung, belum terungkap, aparat kepolisian kembali melakukan tindakan brutal dengan menembaki pengunjuk rasa di Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat. Lalu, kapan mimpi kita akan hadirnya negara yang melindungi rakyat benar-benar terwujud?

Sangat mencengangkan ketika layar kaca mempertontonkan perilaku brutal aparat kepolisian; yang seharusnya melindungi rakyat justru begitu bernafsu hendak ”menghabisinya”. Sebagai representasi negara, aparat kepolisian jelas bertindak melampaui batas karena menembaki massa yang tidak melawan dan bahkan tengah beristirahat karena kelelahan menduduki kawasan Pelabuhan Sape sejak empat hari sebelumnya.

Tampak jelas, rakyat yang menolak wilayah mereka sebagai area pertambangan diperlakukan sebagai musuh negara, suatu cara pandang yang dianut oleh rezim otoriter Orde Baru.

Sulit dimungkiri tindakan brutal dan sangat memalukan aparat negara yang digaji dari pajak rakyat ini berakar dari tak adanya keberpihakan negara, baik di tingkat nasional maupun lokal, terhadap kepentingan rakyat. Komitmen penyelenggara negara berhenti sebagai pidato dan retorika serta dokumen visi dan misi yang dipersyaratkan secara administratif dalam pemilu dan pemilu kepala daerah.

Seusai pemilu dan pilkada, para pejabat publik terpilih yang memperoleh mandat rakyat, termasuk gubernur, bupati, dan wali kota, justru ”berbisnis” izin usaha dengan pemodal yang sebagian besar mengorbankan hidup rakyat yang telah memilih mereka.

Ideologi pertumbuhan

Barangkali inilah risiko ketika orientasi dan tolok ukur keberhasilan negara semata-mata hanya bertumpu pada pencapaian stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, cara pandang yang telah kita tolak pada Orde Baru. Atas nama pertumbuhan ekonomi, juga atas nama otonomi daerah dan daya saing lokal, kawasan konservasi dan lahan pertanian yang merupakan sumber kehidupan rakyat diperjualbelikan kepada investor pertambangan. Para kepala daerah, termasuk di Lampung dan Bima, hanya memikirkan keuntungan jangka pendek bagi diri pribadi mereka tanpa memedulikan nasib rakyat dan kerusakan lingkungan alam serta ekosistem sebagai akibatnya.

Orientasi pertumbuhan ekonomi adalah produk dari penghambaan berlebihan terhadap rezim pasar bebas yang diusung oleh neoliberalisme dalam era globalisasi dewasa ini. Tatkala sistem-sistem ekonomi kapitalis-liberal di Amerika Serikat dan Eropa tengah mengalami krisis dan bahkan menjemput kematian, para penyelenggara negara di negeri kita justru memilih berselingkuh dengan para kapitalis ketimbang mencari kiat cerdas mengelola sumber daya ekonomi lokal tanpa mengorbankan kepentingan rakyat. Konstitusi kita tak hanya mengamanatkan kewajiban negara melindungi rakyat, tetapi juga keniscayaan pengelolaan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk kemakmuran rakyat.

Karena itu, kasus Mesuji di Lampung serta Lambu dan Sape di Bima sebenarnya hanyalah dua contoh dari ratusan atau bahkan ribuan bara api konflik agraria yang berpotensi muncul di Tanah Air jika tidak ada upaya serius negara, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah untuk mengantisipasinya. Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria Idham Arsyad mencatat, sepanjang 2011 saja terjadi 163 konflik agraria yang menelan korban jiwa. Konflik yang sama dengan perilaku brutal serupa dari polisi ataupun tentara juga terus akan mewarnai kehidupan negeri ini jika aparat negara lebih cenderung jadi ”centeng” investor ketimbang pelindung rakyat.

Kecewa

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Beri Rekomendasi Herman Deru-Cik Ujang untuk Pilkada Sumsel dan Murad-Michael ke Pilkada Maluku

Demokrat Beri Rekomendasi Herman Deru-Cik Ujang untuk Pilkada Sumsel dan Murad-Michael ke Pilkada Maluku

Nasional
Indonesia Lolos Putaran Tiga Kualifikasi Piala Dunia, Jokowi: Ini Sebuah Sejarah

Indonesia Lolos Putaran Tiga Kualifikasi Piala Dunia, Jokowi: Ini Sebuah Sejarah

Nasional
Tanggal 12 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
PPP Tak Lolos ke Parlemen Buntut 'Gagap' Menghadapi Perubahan Pemilih

PPP Tak Lolos ke Parlemen Buntut "Gagap" Menghadapi Perubahan Pemilih

Nasional
Gus Halim Ingin Realisasikan Bank Desa Terbentuk di Setiap Desa

Gus Halim Ingin Realisasikan Bank Desa Terbentuk di Setiap Desa

Nasional
Pertama Kali, Jemaah Haji Indonesia Dapat Paket Konsumsi Lengkap Selama Armuzna

Pertama Kali, Jemaah Haji Indonesia Dapat Paket Konsumsi Lengkap Selama Armuzna

Nasional
Saat Wakapolri Berlari Kecil Dicecar Wartawan soal DPO Vina Cirebon dan Kasus Polwan Bakar Suami

Saat Wakapolri Berlari Kecil Dicecar Wartawan soal DPO Vina Cirebon dan Kasus Polwan Bakar Suami

Nasional
LPSK: Keterangan Saksi Kasus Vina Inkonsisten dan Tak Bersesuaian

LPSK: Keterangan Saksi Kasus Vina Inkonsisten dan Tak Bersesuaian

Nasional
Kejagung Periksa Eks Dirut Antam Terkait Korupsi Pengelolaan Emas 109 Ton

Kejagung Periksa Eks Dirut Antam Terkait Korupsi Pengelolaan Emas 109 Ton

Nasional
Duga LHKPN Banyak yang Tidak Benar, KPK: Karena Enggak Ada Sanksi

Duga LHKPN Banyak yang Tidak Benar, KPK: Karena Enggak Ada Sanksi

Nasional
'Tak Ada Cara Lain yang Bisa Antarkan PPP Lolos ke Parlemen'

"Tak Ada Cara Lain yang Bisa Antarkan PPP Lolos ke Parlemen"

Nasional
Korban Judi 'Online' Terus Berjatuhan, DPR: Tidak Bisa Main-main Lagi

Korban Judi "Online" Terus Berjatuhan, DPR: Tidak Bisa Main-main Lagi

Nasional
Jokowi Saksikan Langsung Laga Indonesia Vs Filipina di GBK

Jokowi Saksikan Langsung Laga Indonesia Vs Filipina di GBK

Nasional
Tak Musuhi Parpol Apa pun, PKS Terbuka Gandeng PDI-P di Pilkada Jakarta

Tak Musuhi Parpol Apa pun, PKS Terbuka Gandeng PDI-P di Pilkada Jakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com